ChanelMuslim.com- Wahana Muda Indonesia (WMI) Care bertemu dengan Gubernur Sulawesi Tengah, Longki Djanggola pada Senin (15/10/2018) malam di Rumah Jabatan Gubernur yang dijadikan Posko Tanggap bencana Pemda.
Pertemuan itu dihadiri pula oleh jaringan kerja “Bersatu untuk Palu dan Donggala”, yang melibatkan Notaris Muslim Indonesia (NMI), Komunitas Muslimah untuk Kajian Islam (KMKI), dan Thoriquna.
Dalam pertemuan itu, koordinator lapangan WMI, Budhi Setiawan melaporkan progwrs kerja WMI dan jaringannya selama di Sulteng. Ia mengaku sudah bergerak sejak hari kedua pasca gempa.
“Kami hari kedua sudah ada di sini, kami punya kader 15 orang asli Palu, mereka juga sudah membantu bencana di Lombok,” katanya.
Selama di Sulteng, utamanya, WMI dan jaringan memprioritaskan rescue, evakuasi, dan logistik, serta koordinasi dengan BNPB.
Budhi menegaskan bahwa penanganan bencana tidak bisa dikerjakan sendiri, harus melibatkan banyak pihak. Untuk itu, WMI berupaya membangun jaringan sinergi antar NGO, masyarakat, dan pemerintah.
“Kami percaya penanganan bencana tidak bisa dilakukan sendiri, tidak bisa oleh pemerintah daerah saja. Harus bersinergi pemerintah, warga dan swasta,” ujarnya.
Menurut Budhi, WMI dan jaringan kerjanya akan menempatkan posko untuk memantau kebutuhan dan keperluan warga. Posko di sana juga akan mempelajari banyak hal untuk kebutuhan socio enginering/rekayasa sosial. Sebab, salah satu visi WMI adalah mengelola masyarakat yang tertimpa bencana untuk mandiri.
“Kami ingin melakukan socio enginering agar mental warga tidak berubah, dari yang terbiasa aktif bergerak sendiri, menjadi bermental menadah. Kami ingin warga bisa move on, warga aktif tidak menunggu, mereka harus bangkit,” ungkapnya.
Konsep socio enginering tersebut sudah diterapkan dalam program pemulihan bencana di Lombok sehingga masyarakat kembali aktif dan mandiri, tidak selalu bergantung kepada bantuan terus menerus.
Turut menambahkan, Handriansyah selaku Ketua Umum WMI, mengatakan sementara ini, WMI masih mengikuti irama BNPB dan pemerintah pusat. WMI berusaha memenuhi kebutuhan mendasar pengungsi seperti makanan, tenda, dan huntara (Hunian Sementara).
“Sambutannya luar biasa, yang menarik yang masak juga korban gempa dari Petobo. Mereka masak untuk 600 bungkus, 500 bungkus untuk mereka, 100 bungkusnya untuk pengungsi daerah lain. Karena WMI ingin meningkatkan ghiroh korban bencana untuk bangkit kembali,” jelasnya.
Adapun program jangka panjang tahap recovery atau pemulihan bencana yang akan dilakukan di Palu sekitarnya, tidak jauh berbeda dengan di Lombok. WMI akan mendorong program pengadaan Hunian Sementara (Huntara).
“Kita akan mensupport materialnya,” tutur Handriansyah.
Gubernur Apresiasi Para Relawan
Sementara itu, Gubernur Sulteng Longki Djanggola mengapresiasi kerja dan ketulusan para relawan bencana, ia mewakili masyarakat Sulteng mengucapkan terima kasih kepada lembaga-lembaga kemanusiaan.
“Atas nama masyarakat kami, kami mengucapkan terima kasih,” katanya.
Longki meminta semua pihak memaklumi kondisi yang ada. Serba terbatas, sulit, dan tidak bisa memuaskan semua pihak. Karena
kondisi Palu beberapa jam setelah terjadi gempa mengalami lumpuh. Akibatnya, pemerintah sempat mengalami kesulitan menangani bencana di hari pertama.
“Jangankan masyarakat, Pemerintah ketika itu juga collaps,” kata Longki.
Menurut Longki, pemerintahan sempat lumpuh akibat dampak gempa yang sangat luar biasa. Gempa menimbulkan kondisi listrik mati, komunikasi putus, BBM kritis, jalan-jalan putus, dan bandara lumpuh.
“Masyarakat frustrasi melihat pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa,” jelasnya.
Namun akhirnya, katanya lagi, pemerintah daerah, masyarakat, bersama TNI/Polri mencoba membenahi kondisi yang ada. Muncul keinginan kuat dari masyarakat untuk bangkit kembali kepada kehidupan normal.
“Akhirnya kita lihat, toko-toko kembali buka,” tuturnya.
Kendati keadaan Palu dan sekitarnya mulai kondusif, namun pemerintah daerah Sulteng tetap memperpanjang masa darurat tanggap bencana. Sebab, pemerintah masih harus menangani banyak hal akibat dampak gempa.
“Kita tetap perpanjang masa darurat tanggap bencana, sebab ada beberapa hal yang harus diselesaikan, seperti soal Huntara (Hunian Sementara, red),” ucapnya.
Longki juga meminta relawan dan NGO yang ingin membuat Huntara agar menyamakan konsep dan modelnya dengan yang ditetapkan pemerintah dan BNPB.
“Kita sudah punya model Huntara, kalau bisa yang ingin membuat Huntara menyamakan dengan model dari pemerintah agar seragam, kecuali Huntara dibangun di rumah penduduk masing-masing bukan di lokalisir,” katanya. [ind/rilis]