ChanelMuslim.com- Adagium klasik dalam praktik politik, "Tiada musuh atau teman yang abadi dalam politik, kecuali kepentingan" baru saja mewujud di Malaysia. Aktor utamanya adalah Mahathir Mohamad, 92 tahun, yang pernah memimpin Malaysia sejak 1981-2003.
Saat berkuasa, dia punya anak muda dengan rekam jejak yang cemerlang, yakni Anwar Ibrahim. Mantan menteri keuangan yang kemudian menjadi deputi perdana menteri itu dipercaya banyak pihak tengah disiapkan untuk menjadi pemimpin Malaysia, menggantikan Mahathir. Tapi saat negeri itu diguncang krisis pada 1998, sang mentor dan anak didiknya itu terlibat perbedaan pendapat yang tajam tentang strategi penanganan krisis.
Anwar didepak dengan cara yang amat menghinakan. Dia ditangkap polisi dan dijeblokan ke penjara karena alasan amoral: melakukan perundungan seksual dengan sesama lelaki. Anwar kemudian bermertamorfosis dari 'Putra Mahkota' menjadi tokoh oposisi utama di Malaysia.
Selain Anwar, ada kader muda lain yang tak kalah cemerlang, Najib Razak. Dia merintis karir politik dengan menjadi anggota parlemen di usia 23 tahun pada 1976. Dua tahun kemudian Najib menjadi wakil menteri di usia 25 tahun. Karirnya terus melesat hingga pada Januari 2004 terpiilih menjadi Wakil Perdana Menteri mendampingi Abdullah Badawi yang menggantikan Mahathir. Lima tahun berselang, April 2009, Najib sepenuhnya memimpin Malaysia.
Sayang dalam rentang kepemimpinnannya sejumlah isu tak sedap menerpanya. Selain gaya hidup glamor dan praktik nepotisme, korupsi miliaran dolar menerpa Najib dengan kuat. Semua itu mendorong "Dr M", begitu Mahathir disapa, turun gunung. Di usia senja, dia tak mau tutup mata melihat kehidupan politik negerinya yang kian terperosok ke dalam aneka skandal.
"Saya harus menunaikan tugas untuk membangun kembali negara kita," kata Mahathir kepada Aisyah, bocah perempuan Melayu yang menggemaskan.
Dalam materi video kampanye berdurasi 4.38 menit tersebut, kedua mata politisi sepuh itu tampak berkaca-kaca. Bibirnya terkatup, menahan emosi. "Mungkin karena kesalahan yang saya buat sendiri di masa lalu," sambungnya. Sayup-sayup dalam rekaman itu mengalun lagu Salam Terakhir yang dilanjutkan Sudirman Arshad, penyanyi kenamaan Malaysia yang meninggal pada 1992 di usia 37 tahun.
Mahathir kembali ke medan politik dengan mendirikan Partai Pribumi Bersatu Malaysia. Tapi disadari benar, kekuatan partai baru tersebut tak akan bisa optimal melawan Najib Razak. Mantan anak didiknya itu disokong kuat Barisan Nasional.
Sadar akan hal itu, Mahathir melirik kekuatan oposisi lain, Anwar Ibrahim, mantan putra mahkota yang pernah dipenjarakannya. Ajaib! Anwar sejak 2015 kembali mendekam dalam penjara.
"Dia ada melakukan kesalahan pada masa muda dan sudah cukup mendapat hukuman," ujar Mahathir soal keputusannya berkoalisi dengan PartaiKeadilan Rakyat yang didirikan Anwar. "Yang penting adalah kami bekerja bersama dan keluarga Anwar bekerja erat dengan saya, saling mendukung untuk menyingkirkan Najib," tuturnya kepada BBC.
Bagi keluarga Anwar, rekonsiliasi itu pahit namun dibutuhkan. Hanya Mahathir yang punya ketokohan dan memberi daya tarik meluas bagi kubu oposisi. "Pada tingkat pribadi, jelas amat amat sulit. Tapi ini menyangkut masa depan Malaysia, tempat yang lebih baik bagi anak-anak saya untuk tumbuh," tutur Nurul Izzah Anwar, putri tertua Anwar Ibrahim.
Sehari menjelang pencoblosan, lewat pernyataan tertulis yang dibacakan istrinya, Wan Azizah Wan Ismail, Anwar menyerukan para pendukungnya dan segenap rakyat Malaysia untuk menyokong Mahathir. "Saya ingin menyerukan agar rakyat memberikan dukungan untuk membolehkan beliau memperbaiki kebobrokan negara akibat rasuah dan penyalahgunaan kuasa kerajaan UMNO-BN di bawah pimpinan Datuk Seri Najib Razak," tulis Anwar seperti dilaporkan CNNIndonesia.
Kamis, 10 Mei, sejarah membuktikan, 'koalisi ajaib' Mahathir-Anwar, berhasil menumbangkan Barisan Nasional yang mendominasi politik Malaysia selama 60 tahun, tak pernah tergantikan sejak Malaysia merdeka. (Mh/Sumber: Forjim)