Chanelmuslim—Tim penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Kejaksaan Agung, memeriksa CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo, Kamis (17/3/2016). Hary diperiksa sebagai saksi terkait dugaan restitusi pajak perusahaan telekomunikasi PT Mobile 8 Telecom, Tahun Anggaran 2007-2009.
Pemeriksaan itu menyita waktu sekitar lima jam, yang dimulai pukul 15.12 dengan 33 buah pertanyaan. Hal itu diungkapkan HT, sapaan akrabnya, saat keluar dari Gedung Jampidsus pukul 20.20 WIB. “Ada sekitar 33 pertanyaan yang diajukan ke saya. Kebanyakan ngobrol dan jawaban tidak tahu, karena saya memang tidak tahu,” katanya kepada awak media.
Menurut HT, pertanyaan yang diajukan penyidik berkisar soal operasional dan transaksi perusahaan, serta anak perusahaannya. “Ada sekitar seratusan anak perusahaan. Soal operasional dan transaksi saya tidak mengetahui semuanya. Kalau ada yang mencoba mengkaitkan dengan saya, silakan saja tinggal dibuktikan,” ujarnya.
HT menolak soal dugaan restitusi pajak itu disebut sebagai kasus. Sebab, katanya, apa yang dilakukan perusahaan terkait dengan retribusi atas kelebihan pajak.
Ia diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi dalam penerimaan Kelebihan bayar atas pembayaran pajak PT. Mobile 8 Telecom (PT. Smartfren) Tahun Anggaran 2007-2009.
Kasus dugaan korupsi PT Mobile 8 bermula saat Kejaksaan Agung menemukan transaksi diduga fiktif yang dilakukan dengan PT Jaya Nusantara pada rentang 2007-2009. Pada periode tersebut, PT Mobile 8 melakukan pengadaan ponsel berikut pulsa dengan nilai transaksi Rp 80 miliar.
PT Djaya Nusantara Komunikasi ditunjuk sebagai distributor pengadaan. Ternyata, PT Djaya Nusantara Komunikasi tak mampu membeli barang dalam jumlah itu. Akhirnya, transaksi pun direkayasa seolah-olah terjadi perdagangan dengan membuatkan invoice sebagai fakturnya.
Pada Desember 2007, PT Mobile 8 mentransfer uang kepada PT Djaya Nusantara Komunikasi sebanyak dua kali dengan nilai masing-masing Rp 50 miliar dan Rp 30 miliar.
Pada pertengahan 2008, PT Djaya Nusantara Komunikasi menerima faktur pajak dari PT Mobile 8 dengan total nilai sekitar Rp 114 miliar. Faktur pajak itu diterbitkan agar seolah-olah terjadi transaksi pada dua perusahaan.
Faktur pajak itu kemudian digunakan PT Mobile 8 untuk mengajukan kelebihan pembayaran (restitusi pajak) kepada negara melalui KPP di Surabaya agar perusahaannya masuk bursa Jakarta pada 2009.
PT Mobile 8 akhirnya menerima pembayaran restitusi sebesar Rp 10 miliar. Padahal, perusahaan itu tidak berhak atau tidak sah menerima restitusi karena tidak ada transaksi. Akibatnya, diduga negara mengalami kerugian sebesar Rp 10 miliar. (mr/ROL/Kompas/foto:money.id)