ChanelMuslim.com – Draft RUU Cipta Kerja (Ciptaker) yang sekarang dibahas DPR dinilai sangat minim mengatur soal pengembangan riset dan inovasi. Apa yang tercantum dalam RUU Ciptaker ini masih sangat normatif dan belum memberi kejelasan soal Kelembagaan riset dan inovasi.
Anggota Badan Legislasi DPR dari PKS, Mulyanto melihat Pemerintah belum punya gambaran Kelembagaan riset dan inovasi. Padahal soal ini sangat penting dalam melaksanakan kebijakan penelitian, pengembangan dan inovasi teknologi.
"Soal Kelembagaan adalah soal wadah bagi para aktor inovasi. Saat ini, di berbagai negara, pengembangan produk dan jasa berbasis riset dan inovasi sedang gencar dilaksanakan.
Umumnya mereka sadar untuk membangun bangsa yang berdaya saing tinggi di era competitiveness seperti sekarang ini membutuhkan struktur inovasi bangsa yang kokoh," jelas Mulyanto.
Wakil Ketua FPKS DPR RI ini menyayangkan draf RUU omnibus law ini sangat minim membahas soal tata aturan riset dan inovasi.
Dalam RUU Cipta Kerja, Klaster inovasi hanya terdiri dari 1 pasal (setengah halaman) dari total 1027 halaman, yang memberi tambahan peran kepada BUMN.
Dalam pasal 66 ayat (1) berbunyi: “Pemerintah Pusat dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum, penelitian dan pengembangan, serta inovasi dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN serta mempertimbangkan kemampuan BUMN."
Pada ayat (2) berbunyi: “Setiap penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan RUPS/ Menteri."
"Pasal ini mengamanatkan BUMN untuk mengambil peran dalam hilirisasi hasil inovasi teknologi, dalam bingkai penugasan. Itu artinya, BUMN kita masih belum kokoh berdiri di atas tiang penelitian, pengembangan dan inovasi teknologi.
Aktifitas riset dan inovasi BUMN seolah baru bisa jalan kalau ada “penugasan khusus” dari Pemerintah Pusat," imbuh Mulyanto.
Mantan Sekretaris Menteri Riset dan Teknologi era Presiden SBY ini menyebutkan hal penting yang perlu dilakukan Pemerintah adalah menata dan memperjelas peran masing-masing lembaga riset dan inovasi. Sebab menurut Mulyanto, kelembagaan inovasi kita masih tidak jelas, sebagaimana diamanatkan UU No. 11 tahun 2019 tentang Sistem Nasional Iptek belum terbentuk.
"Sampai hari ini, bentuk kelembagaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) belum mewujud, padahal Pemerintah berkomitmen akhir tahun 2019 sudah rampung. Ini tentu membuat para peneliti resah. Apalagi rencananya Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) akan dilebur ke dalam BRIN.
Bahkan, wacana yang berkembang, di kalangan para peneliti senior, BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional) dan LAPAN (Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional) juga akan dilebur ke dalam BRIN. Padahal dua lembaga terakhir ini dibentuk berdasarkan undang-undang khusus di bidang “Ketenaganukliran” dan “Keantariksaan," ujar Mulyanto.
Mulyanto mengatakan Pemerintah perlu serius mempersiapkan kelembagaan inovasi ini, jangan sampai pembangunan Iptek dan inovasi bangsa ini mundur. [My]