RABU (24/8/2022), komisi XI DPR RI melangsungkan rapat kerja dengan Menteri Keuangan untuk membahas laporan keuangan kementerian keuangan dalam APBN tahun 2021.
Pada rapat yang dilaksanakan di komplek kantor DPR RI Senayan Jakarta ini, anggota Komisi XI dari Fraksi PKS, Anis Byarwati, menyampaikan apresiasi atas capaian kementerian keuangan yang sudah 11 kali mencapai WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dalam pemeriksaan keuangan yang dilakukan BPK.
Bersama dengan itu, ia menyampaikan beberapa masukannya.
Wakil ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini mengingatkan bahwa tantangan yang dihadapi kementerian keuangan sangat berat. “Mengembalikan defisit keuangan negara maksimal 3 persen di tahun 2023 tentu tidak mudah,” ujar Anis.
“Tapi dengan kerja keras dari semua unsur, mudah-mudahan kita mampu mengatasi semua itu,” katanya.
Masukan pertama yang disampaikan Anis terkait dengan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK atas Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) Tahun 2021 yang menyebutkan terdapat 27 temuan pemeriksaan.
Rapat dengan Kemenkeu, DPR Berikan Sejumlah Catatan Pada Laporan Keuangan Kemenkeu Pada APBN 2021
Anis menegaskan bahwa temuan itu harus tetap ditindaklanjuti. “Walaupun ditegaskan tidak mempengaruhi kewajaran penyajian laporan keuangan Pemerintah Pusat secara keseluruhan, tetapi kami ingin hal ini tetap ditindaklanjuti,” ujar Anis.
Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan ini juga menyoroti masalah pengawasan pajak. “BPK mengingatkan atas pemberian fasilitas pajak penghasilan badan masih belum memadai pengawasannya,” ucap Anis.
“Fasilitas yang diberikan itu seperti tax holliday, tax allowance, super tax deducation, investment allowance dan super tax deduction riset,” pungkasnya.
“Menurut BPK, kegiatan pengawasan pemberian fasilitas PPH Badan ini belum dilaksanakan secara memadai bahkan BPK juga menemukan masih belum memahami teknis pengawasan atas pemanfaatan fasilitas PPH Badan. Ini menjadi catatan tersendiri untuk DJP,” tegasnya.
Selanjutnya, Anis juga mengungkap catatan BPK terkait piutang pajak macet sebesar 20,84 Trilyun, yang belum dilakukan tindak penagihan yang memadai.
BPK sudah merekomendasikan agar pemerintah melakukan inventarisasi atas piutang macet, kemudian melakukan penagihan aktif sesuai dengan ketentuan. “Ini catatan kami yang berikutnya,” tuturnya.
Baca juga Anis Byarwati Dinobatkan sebagai Bunda UMKM, Salurkan 1.050 Alat Produksi Usaha
Merespon pemaparan Menteri keuangan yang menyampaikan bahwa pada tahun 2021, belanja modal merupakan belanja terendah yang hanya sebesar 77,03% dibandingkan belanja-belanja lainnya.
Sementara belanja pegawai terealisasi paling tinggi sebesar 98,55%, kemudian belanja barang 97,69%. “Patut dipertanyakan mengapa realisasi belanja modal ini begitu kecil dan kedepannya perlu diantisipasi terkait langkah-langkah Menkeu untuk memacu belanja modal tersebut,” papar Anis.
Terakhir, politisi senior PKS ini menyoroti terkait dengan LKPP yang mencantumkan laporan penanggulangan dampak pandemi di lingkungan kementerian atau Lembaga.
Disebutkan untuk melindungi aparatur negara yang bertugas dan stakeholder layanan, termasuk di lingkungan Kementerian Keuangan. Pagu DIPA nya sebesar Rp315.204.794.000,-. Belanja barang Rp239.687.988.714,-, dan belanja modal Rp1.348.300.294,-. Dengan realisasinya Rp241.036.289.008.
“Hal ini perlu dijelaskan sebagai bentuk pertanggungjawaban, dipergunakan untuk apa saja anggaran sebesar ini untuk penanggulangan dampak pandemi di lingkungan kantor kementerian keuangan,”tutupnya.