ChanelMuslim.com – Pimpinan Pusat Persaudaraan Muslimah (Salimah) menolak Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2021 karena tidak sesuai dengan Prinsip Ketuhanan dan Ketakwaan.
Ketua Umum PP Salimah Ir. Etty Praktiknyowati dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (6/11), mengatakan bahwa penggunaan istilah relasi kuasa dan relasi gender dalam defenisi di Pasal 1 tersebut tidak berdasarkan Pancasila, dan diambil dari konstruksi pemikiran Barat seperti Marxisme yang bertentangan dengan fitrah penciptaan manusia.
“Tuhan secara tegas hanya menciptakan dua jenis kelamin (sex), yaitu laki-laki dan perempuan. Penggunaan istilah gender adalah kebebasan memilih orientasi seksual dari jenis kelamin yang sebenarnya, dan ini bertentangan dengan ajaran agama sehingga bertentangan juga dengan Sila Pertama Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan dengan moralitas ketimuran masyarakat Indonesia,” kata Etty.
Selain itu, penggunaan prinsip jika ada pemaksaaan atau ketidaksesuaian dengan persetujuan korban atau apabila korban dipaksa pada Pasal 5 akan memunculkan celah pergaulan bebas atas dasar suka sama suka (Sexual Consent) karena pada Sexual Consent ini ada persetujuan antara kedua belah pihak yang keduanya tidak dalam kondisi dipaksa.
“Pola pendidikan Sexual Consent ini adalah pola Barat yang dimasukkan ke dalam dunia Pendidikan di Barat sebagai Comprehensive Sexuality Education dimana banyak ditentang oleh dunia internasional karena tidak sesuai dengan nilai moral kemanusiaan apalagi jika dipandang dari norma-norma ketimuran dan aturan agama yang ada di Indonesia,” tambah Etty.
Tujuan Pendidikan Tinggi, menurut Etty, sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi adalah sebagai berikut.
- mengamanatkan kepada Pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan, ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan akhlak mulia;
- mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia dan
- berkembangnya potensi Mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia.
Baca Juga: AILA Menolak Peraturan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Kampus
PP Salimah Menolak Peraturan Mendikbudristek Penanganan Kekerasan Seksual di Kampus
Terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi 28 September 2021 berisi muatan sebagai berikut:
- Pada Pasal 1 Definisi Kekerasan Seksual diartikan sebagai “setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan tinggi dengan aman dan optimal.”
- Pada Pasal 5 rincian Kekerasan Seksual hanya diartikan apabila tidak sesuai dengan persetujuan korban atau apabila korban dipaksa saja.
Atas pertimbangan tersebut, PP Salimah meminta agar Kementrian terkait mencabut Permen No 30 Tahun 2021 tersebut demi terciptanya keimanan dan ketakwaan di kalangan Pendidikan Tinggi di Indonesia.
“Meminta agar Kementrian terkait tidak mengikuti Gaya Barat dalam pelaksanaan Pendidikan di Indonesia, dan agar setiap peraturan mengacu kepada Pancasila dan Perundang-Undangan yang berlaku di Indonesia berdasarkan nilai moral ketimuran dan budaya luhur bangsa Indonesia,” jelas Etty.
Kepada seluruh masyarakat dan orangtua, Salimah mengimbau agar turut waspada akan masuknya budaya Barat khususnya Sexual Consent dalam bentuk Comprehensive Sexuality Education (CSE)/Pendidikan Seksualitas Komprehensif gaya Barat dalam dunia pendidikan sehingga bisa saling mengawasi dan mencegah terjadinya kejahatan seksual di Indonesia.[ind]