ChanelMuslim.com – Kembang peradaban bagian kedua. #edisiindonesia. Sosok yang sedang memeluk saya di atas kapal Ferry ini adalah Prof. Dr. (HC)., Hj. Tutty Alawiyah Abdullah Syafi’i (1942-2016).
Segudang prestasi telah diraihnya sejak kecil. Beliau dibesarkan dalam keluarga ulama yang mencintai ilmu dan taat dalam menjalankan agama.
Berbagai amanah pernah diembannya antara lain; Menneg Peranan Wanita (1998), Menneg Pemberdayaan Perempuan (1998-1999), Anggota MPR (1992-1997), ICMI, Rektor UIA, dan lain-lain. (Source: wikipedia)
Kenanganku bersama Ustazah Tutty Alawiyah
Pertama kali mengenal ustazah Tutty, ketika saya masih remaja, tahun 80-an. Kala itu saya diutus oleh ibu (almarhumah) mewakili MT dalam acara BKMT di Masjid Al-Barkah, Jakarta Selatan.
Baca juga: Semangat Seorang Ibu Melahirkan Anak yang Hebat
Bu Tutty masih muda, pandai ceramah. Bertahun kemudian, dengar nama beliau lagi ketika almarhum bapak mengajar di Fakultas Hukum UIA Jatiwaringin, kampus yang baru berdiri sekitar tahun ‘83. Bu Tutty sudah menyandang nama besar.
Qadarallah, tahun 2007 dalam acara konferensi Palestina di Istanbul, saya bertemu kembali dengan beliau. Saya hadir mewakili PP Salimah. Beliau sebagai pembicara dalam forum tersebut bersama Dr. Yusuf Qaradhawi dan tokoh-tokoh Internasional lainnya.
Di sela-sela acara saya sempatkan bincang-bincang dengan beliau. Memperkenalkan diri istri Pak Tammim dan kenangan masa remaja di masjid al-Barkah. Alhamdulillah langsung ‘tune in’. Karena punya background yang sama. Pernah aktif di PII, Beliau senior.
Sejak itu, beberapa kali saya ke rumahnya di Jatiwaringin, diundang dalam acara bersama anak-anak yatim yang diasuhnya. Di lain waktu saya menyengaja silaturrahim. Berbincang banyak hal, lebih tepatnya saya berguru kepada beliau. Menimba ilmu pengalaman hidup, tentang pergerakan muslimah dan lain-lain.
Ada yang saya amati meski sekilas namun berkesan adalah, penghormatan beliau kepada suami (almarhum H.A Chatib Naseh), perhatian kepada pendidikan putra-putrinya, di tengah kesibukan yang luar biasa.
Beliau sudah menulis sekitar 30 buku. Beliau sangat respek pada muslimah yang berpendidikan, dan aktif di dalam negeri dan go International.
Ketika menulis kenangan sekilas ini, teringat kalimat Dr. Abdul Halim Abu Syuqqah dalam Tahrirul Mar’ah (1997); ”Bagi seorang muslim, wanita adalah ibu, saudara perempuan, istri, atau anak perempuan. Jika keempat status itu dihimpun oleh seorg wanita, maka manusia manakah yg lebih mulia daripadanya?”
Catatan Ustazah Wirianingsih di akun Instagramnya @wiwirianingsih pada Kamis, 04 November 2021.
[Wnd]