Chanelmuslim.com – Pada awal tahun 1960, organisasi LGBT Indonesia mulai muncul. Yaitu berdirinya Himpunan Wadam Djakara (Hiwad) yang difasilitasi Gubernur DKI Jakarta, Jenderal Ali Sadikin.
Istilah wadam atau wanita adam diperkenalkan sebagai ganti dari kata banci atau bencong. Istilah wadam ini pun akhirnya diganti lagi pada tahun 1978 dengan waria (wanita pria). Penggantian ini karena adanya kritik dari Majelis Ulama Indonesia yang mengecam penggunaan nama nabi (Adam) untuk istilah wadam.
Pada tahun 1982, kalangan pria homoseksual merintis organisasi Lambda Indonesia. Istilah kunci yang digunakan dalam dokumen pendirian adalah emansipasi. Artikel-artikel yang dimuat dalam majalah Lambda Indonesia yaitu G: gaya hidup ceria (1982-1986). Dari sini, mulailah para gay dan lesbian menunjukkan identitasnya. Secara hukum, homoseksual bukan kejahatan menurut KUHP.
Organisasi mulai melakukan kajian-kajian baru tentang penafsiran ajaran dasar tentang LGBT baik di agama Islam maupun Kristen.
Pada 1986, lesbian Jakarta mendirikan Persatuan Lesbian Indonesia (Perlesin). Hal ini muncul adanya kasus perkawinan dua wanita pada tahun 1981 yang mendapat liputan media massa. Organisasi ini hanya berjalan selama kurang dari setahun.
Pada 1985, cabang Lambda Yogjakarta mendirikan Persaudaraan Gay Yogyakarta (PGY). Organisasi ini mendirikan majalah Jaka. Dan Lambda Surabaya pun mendirikan Kelompok Kerja Lesbian dan Gay Nusantara atau Gaya Nusantara. Mereka mendirikan majalah dengan nama yang sama.
Pada tahun 1988, PGY mengganti nama menjadi Gay Society. Mereka mengadakan pertemuan dan diskusi secara berkala di Yogyakarta dan akhirnya meluaskan keanggotaan sampai ke Jawa Tengah.
Pada tahun 1990, berdiri beberapa organisasi sejenis di Bandung, Jakarta, Pekanbaru, Denpasar, Malang, dan Makasar. Para Lesbian dan gay juga berusaha mengorganisir diri lagi di Jakarta, Makasar, dan Singaraja. Terbentuklah Chandra Kirana yang merupakan kumpulan lesbian di Jakarta.
Pada tahun 1993, sudah terdapat banyak organisasi dan aktivis sehingga mampu menyelenggarakan Kongres Lesbian dan Gay Indonesia pertama (KLGI I) di Kaliurang Yogyakarta. Pendirian organisasi cabang pun kian merebak ke berbagai daerah: Medan, Batam, Ambon dan lainnya.
Kongres berikutnya pun digelar lagi: KLGI II di Lembang tahun 1995, KLGI III di Denpasar tahun 1997. Peserta bukan hanya individu, tapi perwakilan aktivis organisasi, di antaranya kesehatan. Kongres yang terakhir yang pertama kali mendapat liputan koran daerah.
Bentuk pertemuan bervariasi cara, antara lain pesta kecil dan pesta besar yang dilakukan di cafe atau vila di tempat wisata. Pesta paling terkenal di tahun 1990 adalah September Ceria yang diselenggarakan pada setiap malam minggu pertama setiap bulan September di kota wisata Tawangmangu di dekat Solo.
Selama tahun 1990-an, komunitas lesbian mengadakan pertemuan dan acara-acara di berbagai kota di Indonesia. Di akhir tahun 90-an didirikan organisasi Swara Srikandi di Jakarta. Kaum lesbian baik secara terbuka maupun terselubung berperan aktif dalam gerakan feminisme yang kian berkembang.
Pasca reformasi 1998, gerakan ini kian berkembang pesat dengan cakupan yang luas. Pada Desember 1998, Kongres Perempuan Indonesia secara resmi mengikutsertakan perwakilan dari lesbian, dan gay atau LBT.
Pada tahun 2007 berdiri jaringan gay, waria dan laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki lain yang disingkat GWL-INA dan mendapat dukungan secara nasional, maupun internasional.
Pada tahun 2008, setelah konferensi internasional lesbian, gay, bisexual, trans and intersex association (ILGA) tingkat Asia yang ketiga di Chiang Mai, Thailand, enam organisasi LGBT yang berkantor pusat di Jakarta, Surabaya, dan Yogyakarta bergabung memperkuat gerakan mereka. Langkah ini menjadi awal forum LGBTIQ (Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender, Intersex, and Queer) di Indonesia.
Forum ini pada tahun 2012, sudah masuk dalam laporan masyarakat madani yang dikoordinir oleh Human Rights Working Group (HRWG) sebagai laporan berkala Dewan Hak Asasi Manusia PBB.
Pada tanggal 13-14 Juni 2013, diselenggarakan dialog komunitas LGBT Nasional yang diselenggarakan di Nusa Dua Bali. Acara ini dihadiri 71 peserta dari 49 lembaga yang mewakili keragaman organisasi LGBT di Indonesia. Hadir juga wakil-wakil dari pemerintah pusat, lembaga HAM, lembaga donor, perguruan tinggi, dan lain-lain. Dialog diselenggarakan oleh UNDP bersama USAID sebagai mitra. (mh)