Seorang Muslim anggota dari majelis dari kota Kisumu di pantai barat Kenya, mengkritik keputusan Pengadilan Tinggi yang melarang pelajar Muslimah mengenakan jilbab. Menurutnya langkah itu merupakan pelanggaran terhadap kebebasan beribadah.
“Konstitusi sangat jelas menyatakan bahwa seseorang memiliki hak untuk tidak dipaksa melakukan tindakan yang akan bertentangan dengan keyakinan atau agamanya,” kata Farida Salim, yang menjadi Anggota Majelis (MCA) kepada The Star pada Selasa, 10 Maret kemarin.
“Jika pengadilan dapat memutuskan bahwa gadis-gadis Muslim dilarang mengenakan jilbab maka pengadilan telah rusak. Kita harus toleran, kita tidak ingin negara ini akan terpolarisasi karena garis agama.”
Pelajar Muslimah di sekolah yang disponsori gereja di Isiolo county telah kehilangan tawaran mereka untuk memakai jilbab di sekolah.
Sekolah ini sendiri disponsori oleh Gereja Methodist.
Pada hari Jumat lalu, hakim Pengadilan Tinggi Harun Makau memutuskan bahwa pelajar Muslimah di Sekolah Menengah St Paul Kiwanjani tidak punya hak untuk mengenakan jilbab di sekolah karena bertentangan dengan aturan dan peraturan sekolah.
Hakim mengatakan keputusan dari direktur pendidikan yang memungkinkan siswa Muslim di daerah untuk memakai jilbab merupakan tindakan diskriminatif, melanggar hukum dan inkonstitusional.
Keputusan itu menyusul pengajuan gugatan oleh Gereja Methodist yang mengeluh bahwa langkah Dinas Pendidikan memungkinkan pelajar Muslimah untuk memakai jilbab telah menciptakan kesenjangan antar siswa.
Namun Muslim MCA mengkritik putusan pengadilan, menyatakan bahwa jilbab melambangkan budaya dan perdamaian.
“Hak yang diberikan Allah tidak boleh diambil dan kita harus toleran karena kita tidak ingin negara ini akan terpolarisasi,” ujar MCA.[af/onislam]