ChanelMuslim.com – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menilai tidak perlu ada pengkhususan peraturan daerah syariah karena tidak dikenal pada nomenklatur konstitusi. Peraturan perundang-undangan yang ada dinilai sudah cukup mengandung nilai agama serta Pancasila tanpa adanya tubrukan.
“Undang-undang ekonomi syariah sudah ada, sukuk, haji, wisata halal, dan banyak lagi. Itu dari hukum Islam dan dalam peraturan perundang-undangan Indonesia bukanlha sesuatu yang baru,” kata Wakil Sekretaris Jenderal MUI Amirsyah dalam Konferensi Pers pada Kamis (9/1/2020), di Kantor MUI Pusat, Jakarta.
Dalam waktu dekat ini, MUI juga akan menyelenggarakan Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) ketujuh di Bangka Belitung, 26-29 Februari. Dalam kongres tersebut akan dibahas berbagai masalah keumatan, mulai dari politik, ekonomi, agama, sosial, pendidikan, hingga kebudayaan.
Dalam kongres nanti, tidak akan ada pengkhususan pembahasan untuk mendorong Perda Syariah. Amirsyah mengatakan, Perda Syariah adalah implementasi dari para pemikir konstitusi bangsa Indonesia. Secara tidak langsung, peranan hukum Islam telah mewarnai dalam peraturan perundang-undangan.
“Undang-Undang Haji, Zakat, semuanya adalah melaksanakan hukum syariat,” katanya.
Mendukung Wakil Sekjen MUI, Ustaz Zaitun Rasmin berpendapat regulasi yang ada di daerah-daerah sudah mencakup nilai-nilai Islam dan kearifan lokal penduduk setempat sehingga tidak perlu ada secara baku penggunaan istilah Perda Syariah. Hal itu (mengenai Perda Syariat) disampaikan karena MUI melihat banyak masyarakat menganggap bahwa adanya UU baru (UU Syariat) padahal dalam peraturan UU negara telah lama ada.
“Seperti pelarangan maksiat, minuman keras dan sebagainya itu sudah baik. Cuma mungkin ada orang yang tidak suka dan langsung menggeneralisasi bahwa ini merupakan perda syariah,” katanya.[ind/Amanji]