ChanelMuslim.com – Limbah fashion merupakan limbah terbesar nomor dua setelah limbah tambang. Persoalan tersebut menjadi salah satu alasan atas diselenggarakannya International Ethical Fashion (IEF) pada November mendatang. Dalam rangka acara tersebut, Indonesian Fashion Chamber bersama Traya Indonesia mengadakan Ethical Fashion Talk & Media Gathering pada Selasa (30/8) lalu, di XXI Lounge, Plaza Senayan, Jakarta.
Sadikin Gani sebagai Pengamat dan Penulis Fashion yang hadir pada acara tersebut memaparkan melalui sebuah presentasi, bagaiman persoalan yang begitu rumit telah terjadi dalam dunia fashion.
Masalah yang dihadapi adalah mengenai manusia, lingkungan, dan gaya hidup. Beliau mengatakan banyak orang saat ini menjadi fashion zombie, yaitu pecinta fashion yang tidak pernah peduli asal usul dari pakaian yang dipakainya, padahal itu adalah hasil kerja keras banyak orang.
“Padahal kontribusi mereka sangat besar, pakaian tak akan mungkin jadi tanpa kain, kain tidak mungkin jadi tanpa kapas, dan kapas tidak mungkin ada tanpa petani” paparnya.
Perhatian dunia terhadap ethical fashion sudah semakin tinggi, contohnya melalui gerakan sosial, buku, dan film yang sama-sama membahas bagaimana persoalan industri fashion di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia.
Desainer Lenny Agustin menceritakan kisahnya saat berkunjung ke daerah-daerah untuk memperkenalkan fashion yang beretika, serta mengajarkan proses pembuatan sebuah fashion yang indonesian style dengan sentuan mode dunia.
Berbeda dengan Bai Sumarlono yang memulai bisnisnya di Jerman dengan fashion batik dari Jogja.
Berbagai persoalan dunia fashion membuat industri fashion di Indonesia harus berbenah diri. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui International Ethical Fashion.
Ali Charisma sebagai Chairman Indonesian Fashion Chamber mengatakan bahwa industri fashion di Indonesia harus memperbaiki perencanaan bisnis, target penjualan, komunikasi dengan klien, dan harga jual.
“Bisnis plan para pelaku mode harus diperbaiki supaya kita bisa memperbaiki gaya hidup manusia dalam berpakaian,” jelasnya.
Euis Saedah dari Dekranas (Dewan Kerajinan Nasional) juga menyebutkan bahwa pihaknya ingin memperluas ethical fashion melalui compasstionate tourism, organic cullinarry, compasstionate destination.
Ali Charisma berharap IEF akan menjadi sebuah movement agar dapat mempengaruhi industri, dapat menjadi peninjua ulang dalam menjalankan industri mode.
“Harapannya bukan hanya berorientasi pada profit yang pada akhirnya menekan semua orang dan merusak kehidupan, namun berbisnis mode tetapi memperhatikan lingkungan,” tutup Ali.
(Vn)