PP LIDMI memberi respon penolakan terhadap wacana perpanjangan masa jabatan kades (kepala desa) yang diusung oleh sejumlah organisasi pemerintahan desa.
Ketua Umum PP Lidmi (Pimpinan Pusat Lingkar Dakwah Mahasiswa Indonesia) Asrullah Syaharuddin, S.H., M.H. menilai wacana ini wujud dekonstruksi nilai-nilai konstitusi.
“Perpanjangan masa jabatan Kepada Desa wujud dekonstruksi nilai nilai Konstitusi yakni pembatasan kekuasaan di level desa dan degradasi nilai demokrasi lokal di desa agar senantiasa terjaga ketertiban dan ketentraman,” kata Ketua Umum PP Lidmi Asrullah Syaharuddin dalam keterangan resminya, Jumat (27/01/2023).
Mahasiswa Doktoral itu memaparkan bahwa perpanjangan masa jabatan Kepala Desa juga berpotensi disalahgunakan karena ekses kekuasaan yang tidak dibatasi.
Kredo politik kekuasaan yang tidak dibatasi cenderung disalahgunakan dan disimpangi sebagaimana ungkapan dari Lord Acton: “Power Tends to Corrupt, Absolute Power Corrupt Absolutely”.
Baca Juga: Perpanjangan Masa Jabatan
Masa Jabatan Kades Jadi 9 Tahun, PP Lidmi: Melawan Konstitusi dan Demokrasi Desa
Sebagaimana dikutip dari BBC News Indonesia, KPK mencatat ada lebih dari 600 kasus korupsi yang melibatkan aparatur desa sepanjang 2012-2021, menjerat sedikitnya 686 kepala desa, (25/01/2023).
Menurut Asrullah, perpanjangan masa jabatan kepala desa diametral dan paradoks dengan paradigma demokrasi desa dan otonomi desa yang salah satu tujuannya adalah mewujudkan percepatan kesejahteraan dan bebas dari praktik koruptif dan kolutif dalam pengelolaan desa.
“Jika kepala desa, mendapatkan perpanjang masa jabatan, maka ini jauh dari semangat demokrasi desa dan semangat kelahiran otonomi desa. Ini yang harus dipahami oleh pemerintah dan para kepala desa,” pungkasnya.
Padahal telah jelas dalam Pasal 39 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah mengatur masa jabatan kepala desa selama enam tahun dan selama tiga periode.[ind]