Adu strategi demi mendapat kekuasaan politik adalah sah-sah saja. Apakah itu dilakukan oleh koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang saat ini menguasai pemerintahan, atau koalisi Merah Putih (KMP) yang masih dominan di DPR. Selama tidak melanggar hukum, strategi apa pun bisa dilakukan. Termasuk, daya tarik ‘gula-gula’ reshufle atau pergantian kabinet.
Strategi ini sebenarnya bukan hal baru. Pernah terjadi juga di pemerintahan sebelumnya. Perbedaannya, permainan politik saat ini begitu dramatis dan menguras banyak energi. Atau, kalau mau pakai istilah yang sedang ngetren, terlalu gaduh.
Kisah bermula ketika tiba-tiba KMP memainkan undang-undang MD3 yang sukses menguasai seluruh alat kelengkapan DPR, termasuk pimpinan. Hingga tak menyisakan sedikit pun porsi untuk KIH.
Hal ini tentu akan menyulitkan proses kerja pemerintah yang dipegang oleh kubu KIH. Mulai dari hal pengajuan rancangan undang-undang, pemilihan lembaga setingkat menteri, hingga soal pengesahan anggaran negara.
Dengan memainkan daya pikat ‘gula-gula’ reshufle atau pergantian kabinet, kubu KIH mulai berhasil memecah barisan KMP, justru dari dalam internal partai masing-masing pendukung KMP.
Hal itu begitu kentara setelah para pengurus PPP adu kuat soal siapa yang sah memegang kendali partai. Disusul kemudian, Golkar yang hingga saat ini masih terombang-ambing di pusaran konflik kepengerusan.
Berbeda dengan PPP dan Golkar, PAN secara ‘lembut’ melakukan pindah kamar dari KMP ke KIH, tanpa sedikit pun memunculkan kegaduhan. Saat ini, partai yang didirikan oleh Amien Rais ini tengah menunggu ‘gula-gula’ reshufle yang dijanjikan, yang kabarnya akan dilakukan Januari ini. Beredar kabar, dua kursi kabinet akan diserahterimakan kepada PAN.
Kini, KMP menyisakan dua partai yang tidak mengalami konflik seperti PPP dan Golkar, juga belum terlihat seperti yang terjadi di PAN. Dua partai itu adalah PKS dan Gerindra. Sementara, Demokrat tetap bersikukuh dengan istilah penyeimbang.
Beredar rumor bahwa PKS sebenarnya sudah dijadikan target untuk berubah seperti yang dialami PAN. Kabarnya, ada kursi menteri yang ditawari ke PKS. Gayung pun bersambut. Presiden PKS, Shohibul Iman didampingi beberapa jajaran pengurus DPP bersilaturahim ke Jokowi di istana beberapa hari lalu.
Tidak jelas apa yang dibicarakan kedua belah pihak, karena pertemuan itu bersifat tertutup. Namun, Shohibul Iman menyatakan kepada wartawan bahwa kunjungan itu sebagai silaturahim biasa, dan menyampaikan bahwa PKS sebagai oposisi loyal.
Pasca kunjungan PKS ke istana, masih menyisakan gonjang-ganjing di publik soal apakah PKS sudah mengikuti jejak PAN. Namun, akhirnya penegasan disampaikan Wakil Ketua Majelis Syuro PKS, Hidayat Nur Wahid. Bahwa, PKS tetap berada di KMP dan mendukung pencalonan Ade Komarudin yang berasal dari Golkar sebagai ketua DPR menggantikan Setya Novanto. Novanto mundur karena kasus terkait dengan Freeport yang sempat heboh beberapa waktu lalu.
Sebagian pengamat menilai bahwa mencuatnya kasus Novanto juga tidak bisa dilepas dengan adu strategi KIH dan KMP ini. Pasalnya, Novanto bisa dibilang sebagai salah satu ‘otak’ KMP yang lihai memainkan adu kuat KIH dan KMP.
Mundurnya Novanto tentu sangat berpengaruh terhadap konstalasi politik di DPR. Setidaknya, KMP akan melakukan hitung ulang soal kekuatan yang mereka miliki untuk bisa tetap mendominasi DPR.
Walaupun sebelumnya, isu kocok ulang kepemimpinan DPR sempat berhembus usai mundurnya Setya Novanto. Kalau ini yang terjadi, entah seperti apa gaduhnya republik ini.
Kini, ibarat peperangan, barisan KMP sudah mulai rapuh. Dan secara umum, dominasi KMP di DPR sudah berpindah tangan ke KIH. Perubahan-perubahan berikutnya pun tidak tertutup kemungkinan akan terus terjadi di tubuh KMP yang kian tergerus dengan daya tarik ‘gula-gula’ reshufle kabinet yang menjadi senjata ampuh KIH.(mh) foto:inilah.com