ChanelMuslim.com – Beberapa santri Pondok Pesantren Bani Idris sibuk menumis bawang pada Sabtu (26/5) sore itu. Satu orang santri lainnya memecah nasi yang sebagiannya berkerak menggunakan sendok. Intip, sebutan kerak nasi dari dasar panci itu. Kata para santri, intip punya kenikmatan tersendiri.
Nasi itu kemudian dituang ke sebuah nampah yang dianyam dari bambu. Beramai-ramai mereka mengelilingi nampah bundar tersebut. Menikmati hasil masakan mereka yang sederhana bersama-sama.
“Begitulah makanannya para santri, sederhana. Karena di sini mereka belajar hidup prihatin,” kata Darmawan, pengurus Pondok Pesantren Bani Idris, Desa Pasirkupa, Kecamatan Kalanganyar, Kabupaten Lebak, Banten.
Selain dari patungan bersama untuk makan mereka sendiri, para santri juga masing-masing menyumbang satu gelas beras dari bekal beberapa liter beras yang mereka bawa dari rumah.
“Mereka di sini hanya membekali makan sendiri saja, tidak membayar apapun lagi. Paling kalau ada juga patungan untuk listrik setiap bulannya sekitar Rp 15 ribu. Kalau ada uangnya ya, alhamdulillah, kalau tidak ada ya tidak kita paksakan,” ujar Darmawan.
Tidak jauh berbeda, Pondok Pesantren Riyadul Athfal yang diasuh oleh Ustaz Azizi di Desa Muncang, Kecamatan Muncang, Kabupaten Lebak juga demikian. Sekitar sepuluh santrinya yang bermukim di pesantren tidak ia bebankan biaya apapun selain listrik bulanan.
“Kalau santri yang pulang pergi ada sekitar tiga puluh orang karena rumahnya dekat-dekat sini, yang bermukim ada sepuluh orang. Kita hanya membebankan listrik Rp 5 ribu per orang. Untuk makanan, kita minta mereka bawa bekal beras sendiri. Tapi terkadang kalau makanan tidak ada juga, ya kita tanggung juga,” kata Azizi.
Pesantren Nurussalam yang terletak tidak jauh dari Riyadul Athfal juga menerapkan sistem serupa. Santri hanya dikenakan patungan Rp5 ribu untuk listrik bulanan bersama. Biaya itu hanya dikenakan kepada sekitar belasan orang santri yang tinggal, sementara sisanya yang pulang pergi dari rumah, tidak ia kenakan biaya sepeser pun.
“Di sini tidak ada sistem yang mengikat. Santri kita bebaskan mau tinggal atau pulang pergi dari rumah, yang penting mereka ada niatan untuk belajar di sini. Saya berdua dengan istri yang setiap hari mengajari mereka di pondok ini,” kata Ustaz Daman, Pemimpin Pondok Pesantren Nurussalam.
Ketiga pondok pesantren yang ada di Kabupaten Lebak itu memiliki sistem, kondisi, dan kesulitan yang kurang lebih sama. Belum lagi kesulitan dari fasilitas lain, seperti kamar dan tempat belajar yang masih menggunakan bilik bambu. Ustaz Darmawan mengatakan tidak menutup bantuan niat baik dari para dermawan untuk mendukung aktivitas mereka.
“Selama ini aktivitas pondok pesantren memang dapat berjalan, tapi harus diakui masih ada kekurangan baik dari segi pangan maupun fasilitas. Ke depannya kita tidak menutup untuk bantuan-bantuan dari para dermawan yang berniat baik. Asal niat baik itu ada, pasti kami sambut dengan tangan terbuka,” kata Darmawan.
Santri-santri dari ketiga pondok pesantren di atas, adalah sebagian kecil dari santri yang ada di seluruh Indonesia. Laporan dari Disaster Management Institute of Indonesia (DMII) – Aksi Cepat Tanggap (ACT) mencatat, ada 4.028.660 santri di Indonesia saat ini. Rencananya untuk menunjang aktivitas para santri, ACT akan mendistribusikan beras di beberapa pesantren yang ada di wilayah di Indonesia melalui program Beras untuk Santri Indonesia (BERISI). [Wnd/rls]