ChanelMuslim.com – Konsep pendidikan seksual berdasarkan persetujuan (Sexual Consent) membuka ruang bagi kebebasan seksual karena menekankan pemahaman bahwa aktivitas seksual yang benar adalah yang berdasarkan kesepakatan (suka sama suka), tanpa mempedulikan legal atau tidaknya hubungan seksual tersebut.
Dalam kegiatan virtual yang bertajuk ‘Ada Apa Di balik Sexual Consent? pada Rabu (30/09/2020) PP Salimah menjelaskan bahwa pentingnya ormas Islam untuk meluruskan pendidikan.
“Karena pendidikan merupakan tanggung jawab bersama, maka peran masyarakat dan para orang tua harus pandai memanfaatkan peluang untuk memberikan pendidikan terbaik untuk anak-anaknya,” ujar Diana Widiasari, Humas PP Salimah.
Ormas Persaudaraan Muslimah (Salimah) merupakan organisasi yang mendorong RUU Ketahanan Keluarga dan menolak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (P-KS).
Dalam acara tersebut, Diana menampilkan jejak digital berupa video bukti-bukti bahwa Consentual Sex Education (CSE) sudah masuk ke Indonesia.
“Betapa mirisnya bahwa sudah masuk pengajaran sex education yang disebut oleh dr. Dewi Inong Irama, SpKK dalam video yang diputar di situ kita diajarkan bahwa suka sesama jenis sudah ada di dalam buku tersebut,” ujar Diana.
Diana melanjutkan penjelasannya bahwa ada banyak bentuk modus CSE yang masuk ke Indonesia. Lewat jalur apa saja CSE bisa masuk ke Indonesia?
Pertama, melalui situs/buku panduan,
buku yang disampaikan dalam video tersebut adalah buku dengan judul “Aku Bangga Aku Tahu”. Diana mengatakan bahwa bisa dikatakan ada pemerintah yang ikut mempromosikan buku tersebut masuk dan diarahkan kepada anak-anak tingkat sekolah, di dalamnya juga diajarkan bagaimana cara berhubungan dengan sesama jenis, dalam buku tersebut juga anak-anak sudah dikenalkan bagaimana menjadi lesbian.
“Kamu bebas mempunyai pilihan, dan jika kamu memilih menjadi lesbian, maka itu menjadi identitas seksualmu, maka jadilah lesbian yang berbahagia,” demikian kutipan isi dari buku tersebut.
Selanjutnya, jalur LSM Kesehatan.
Ada beberapa materi yang LSM sampaikan dan bermitra, materi yang diberikan bisa diakses oleh siapapun, dan mendorong anak-anak untuk tahu bagaimana cara penggunaan kondom.
Jalur berikutnya, melalui event-event remaja,
melalui komunitas-komunitas, salah satu universitas terkemuka SGRC UI dan melela.org menyediakan layanan konseling bagi teman-teman yang butuh tempat bercerita, dan mendukung layanan LGBT.
Menurut mereka, siswa yang memiliki pendidikan seksual komprehensif cenderung akan melakukan sebagai berikut.
1. Menunda untuk berhubungan seksual
2. Mengurangi fekuensi berhubungan seksual
3. Memiliki resiko kehamilan lebih rendah.
“Kenyataannya bisa dilihat di berita-berita, tiap tahun remaja seks pranikah itu meningkat, yang artinya ini hubungan yang haram,” tambah Diana.
Berikutnya, mereka masuk melalui kampanye anti AIDS setiap tahun pada tanggal 1 Desember hari memperingati hari AIDS sedunia.
Selanjutnya, melalui lembaga pendidikan ternama yang membuat kaget sejagat maya. Mereka membuat pembelaan bahwa ibukan seks bebas yang diajarkan, narasumber itu menyampaikan bahwa ia mendukung hal ini untuk dipelajari di lingkungan kampus dengan mengenalkan resiko aktivitas seksual pada perempuan dan laki laki.
Berikutnya, gerakan pendukung CSE ini melalui gerakan menyeluruh, tetapi jejak digital ini sudah dihapus pada 2017.
Terakhir, melalui jalur konsitusi, contoh RUU P-KS. Pasal 1 RUU tersebut menyebutkan:
“Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, dan atau perbuatan lainnya terhadap tubuh hasrat seksual seseorang, dan atau fungsi reproduksi secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas kerena ketimpangan relasi kuasa dan atau relasi gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan politik.”
Dalam pasal itu ditegaskan bahwa tidak boleh ada pemaksaan, semua pemaksaan itu adalah pemerkosaan.
“Bukan tidak simpati terhadap korban, bahkan untuk menyelamatkan jangan sampai ada korban, maka jika ingin menolong korban, jangan buka peluang kemaksiatan, seharusnya pendidikan preventif untuk mencegah pemerkosaan dan pergaulan bebas (kejahatan seksual) bukan pendidikan yang mengajarkan untuk berbuat sekehendak birahi,” ujarnya.
Diana mengatakan, apakah CSE akan menjadi sebuah ancaman?
“Melihat definisi Comprehensive artinya luas menyeluruh tapi tidak ada batasannya sampai mana, tidak menjadi ancaman jika sesuai dengan norma, dan dilakukan untuk keselamatan manusia,” tegasnya.
Diana mengatakan perlu ada upaya preventif untuk para generasi muda, pendampingan, dan panduan dari pada ahli pendidikan dan agama yang kompeten dalan menyusun konsep.
“Jadi ini tanggung jawab kita bersama, kalau kita diam saja ini akan berkembang terus. Salimah peduli kualitas hidup perempuan, anak, dan keluarga Indonesia selamatkan generasi muda, selamatkan bangsa,” tutupnya.
Dialog Webinar MAJELIS ORMAS ISLAM:
ADA APA DIBALIK SEXUAL CONSENT diisi oleh Narasumber: Dr. ALMUZZAMIL YUSUF, M.Si (Anggota DPR/MPR RI) yang berbicara tentang “Sexual Consent, Pancasila & Konstitusi NKRI”; RITA SOEBAGIO, M.Si
(Ketua AILA Indonesia) yang menyampaikan materi “Pemahaman dan Lahirnya Sexual Consent Dari Budaya Barat”; DIANA WIDYASARI, M.M. (Humas PP MUSLIMAH) tentang “Pergerakan CSE (Compehensive Sexual Education) di Indonesia”; dan H. TETEN ROMLY QOMARUDIN, MA. (Ketua Bidang Pusat Kajian DDII) yang menyampaikan “Peran Ummat dalam Menangkal Bahaya Sexual Consent”.
Webinar yang diselenggarakan lewat aplikasi video conference ini digelar pada Rabu, 30 September 2020, Pukul 20.00 – 22.00 WIB dan disiarkan lewat Live Streaming Youtube: MAJELIS ORMAS ISLAM.
Dalam acara itu, hadir pula Presidium Majelis Ormas Islam Drs. MOHAMMAD SIDDIK, M.A. dan dimoderatori oleh Dr. H. WIDO SUPRAHA (Wakil Ketua DPP PUI).[ind/Walidah]