Chanelmuslim.com – Tentu kita ingin menjadi seorang yang dapat melakukan perniagaan dengan Allah yang diganjar dengan surgaNya. Dan kriteria selanjutnya untuk seorang mu’min yang melakukan perniagaan dengan Allah adalah;
5). Ar-Rald’un dan As-Sajidun (mereka yang ruku dan sujud)
Amaliyah yang paling menonjol dari seorang mu’min yang ingin meraih surga adalah melakukan komunikasi yang terus menerus kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan sebaik-baiknya. Komunikasi yang sungguh? sungguh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dilakukan dengan ruku’ dan sujud di dalam shalat.
Dalam Al-Quran Surat Thaha (20) ayat 14 disebutkan, “Sesungguhnya Aku ini Allah tidak ada ilah melainkan Aku, maka berbaktilah kepadaKu dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.”
Di hadits yang lain Rasulullah Shallallahu `alayhi wa sallam mengingatkan, “Posisi paling dekat seorang hamba dengan Rabbnya yaitu ketika dia sujud maka perbanyaklah doa.” (HR. Muslim)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa saliam bersabda, “Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya. Apabila shalatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan. Apabila shalatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi. Jika ada yang kurang dari shalat wajibnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan, lihatlah apakah pada hamba tersebut memiliki amalan shalat sunnah?’ Maka shalat sunnah tersebut akan menyempurnakan shalat wajibnya yang kurang. Begitu juga amalan lainnya seperti itu.” Dalam riwayat lainnya, “Kemudian zakat akan (diperhitungkan) seperti itu. Kemudian amalan lainnya akan dihisab seperti itu pula.” (HR. Abu Daud)
Amirul Mu’minin, Umar bin Al Khaththab radhiyallahu `arthu mengatakan, “Sesungguhnya di antara perkara terpenting bagi kalian adalah shalat. Barangsiapa menjaga shalat, berarti dia telah menjaga agama. Barangsiapa yang menyia-nyiakannya maka untuk amalan lainnya akan lebih disia-siakan lagi. Tidak ada bagian dalam Islam, bagi orang yang meninggalkan shalat.”
Imam Ahmad rahimahullah juga mengatakan perkataan yang serupa, “Setiap orang yang meremehkan perkara shalat, berarti telah meremehkan agama. Seseorang memiliki bagian dalam Islam sebanding dengan penjagaannya terhadap shalat lima waktu. Seseorang yang dikatakan semangat dalam Islam adalah orang yang betul-betul memperhatikan shalat lima waktu. Kenalilah dirimu, wahai hamba Allah. Waspadalah! Janganlah engkau menemui Allah, sedangkan engkau tidak memiliki bagian dalam Islam. Kadar Islam dalam hatimu, sesuai dengan kadar shalat dalam hatimu.”
6). Al-Aamiruuna bil ma’ruf wannaahuuna `anill munkar
Mereka yang melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar. Menyampaikan yang ma’ruf dan mencegah yang munkar merupakan tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap mu’min sesuai dengan kemampuan masing-masing. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengelompokkan mereka sebagai ummat terbaik, sebagaimana firmanNya, “Kamu adalah ummat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah….” (QS. Ali Imran (3) ayat 110)
Setiap mu’min diperintahkan untuk melawan keburukan dengan kebaikan, memperbaiki lingkungan dan orang-orang di sekitarnya sesuai dengan kemampuannya, sebagaimana terhimpun dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang beriman serta mengerjakan amal shalih dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS. Al-Ashr (103) ayat 1-3)
Imam Asy-Syafi’ rahimahullah berkata, “Seandainya semua manusia mau memperhatikan surat Al-Ashr, niscaya cukuplah bagi mereka (sebagai hujjah).”
“Hendaklah kamu beramar ma’ruf (menyuruh berbuat baik) dan bernahi munkar (melarang berbuat jahat). Kalau tidak, maka Allah Azza wa. Jalla akan menguasakan atasmu orang-orang yang paling jahat di antara kamu, kemudian orang-orang yang baik-baik di antara kamu berdoa dan tidak dikabulkan(doa mereka).” (HR. Abu Dzar)
7). Al-Haafizhuuna Iihuduudillaah (mereka yang memelihara hukum-hukum Allah)
Menegakkan hukum-hukum Allah baik pada diri sendiri, keluarga, maupun masyarakat merupakan bagian dari upaya memelihara dirinya dalam mencapai keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (QS Al-jatsiah (45) ayat 18)
Ketika seorang mu’min mau mengikuti nilai-nilai Islam (aturan Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan Rasulullah Shallallahu (alayhi wa sallam) maka ia akan lebih mampu mengendalikan nafsunya dan bukan dikendalikan oleh hawa nafsunya.
Seorang mu’min tunduk terhadap hukum-hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui dua sikap. Pertama, bersikap tulus dan ikhlas dalam menjalankan ketaatan. Kedua, tunduk terhadap berbagai macam aturan Allah dan Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam – alias tunduk taat kepada Syariat.
Ketulusan menuntut untuk mengamati hakikat suatu perkara sehingga seseorang mampu memahami bahwa yang baik di matai Allah Subhanahu wa Ta’ala akan
baik untuknya, dan yang buruk dalam `pandangan’ Allah Subhanahu wa Ta’ala, buruk pula baginya. Sehingga dibutuhkan kejernihan pikiran dari berbagai macam pengaruh hawa nafsu dan dorongan pribadi. Dan sikap tunduk pada aturan Allah Subhanahu wa Ta’ala akan membiasakan manusia untuk hidup tertib dan disiplin sesuai perintahNya.
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal hal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Bagarah (2) ayat 216)
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mu’min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan RasulNya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan: `Kami mendengar dan kami patuh’, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. An Nuur (24): 51)
Hakikat perdagangan adalah seorang penjual yang baik tentu hanya akan menjual produk dagangan yang berkualitas. Dalam pemahamannya, semakin tinggi kualitas dagangannya maka semakin besar kepuasan pelanggan terhadap barang yang diperdagangkannya.
Dan karena yang dijual orang yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah harta dan dirinya dalam bentuk tujuh usaha di atas maka semua yang dimiliki dan diusahakan seorang mu’min wajib diniatkan untuk mencapai kepuasan Allah Azza wa Jalla semata. Itulah satu-satunya jalan untuk memperoleh nilai pembelian yang tinggi di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, berupa terbebas dari azab dan memperoleh surga.
Maka, perniagaan manakah yang lebih baik dari berbisnis dengan Allah Azza wa Jalla ini? (Tamat)
(w/MajalahAulia)