Chanelmuslim.com – Kriteria seorang mu’min yang melakukan perniagaan dengan Allah selanjutnya adalah;
3). Al-Hamidun (mereka yang memuji Allah)
Dari Sulaiman bin Yassar radhiyallahu `anhu, dari salah seorang sahabat Anshar diriwayatkan bahwa Rasulullah Shallallahu `alayhi wa sallam bersabda, “Nabi Nuh berkata pada putranya, ‘Aku akan memberikan wasiat pendek padamu supaya engkau tidak melupakannya. Lakukan dua perkara dan tinggalkan dua perkara. Dua hal yang pertama sangat disenangi Allah dari hambaNya yang shalih. Aku berwasiat dengan Laa ilaaha illallaah. Sekiranya langit dan bumi disatukan dengan rantai maka kalimat itu sanggup memutuskannya. Sekiranya keduanya diletakkan pada satu timbangan maka berat kalimat itu mampu menyamainya.
Aku juga berwasiat dengan Subhaanallaahi wa bihamdih, karena kalimat itu, makhluk menyembah. Karenanyalah makhluk mendapatkan rizqi. Dan tak ada satu pun melainkan bertasbih dengan memujiNya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Mahapenyantun lagi Mahapengampun.
Sedangkan dua perkara yang tidak boleh engkau lakukan agar tidak terhalang dari Allah dan hambaNya yang shalih adalah syirik dan sombong.” (HR. Nasa’i, Al-Bazzar dan AlHakim)
Bertasbih dengan memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala berarti menyucikanNya dari semua sekutu yang dianggap menyamaiNya dalam kekuatan, kekuasaan, kehendak, kemampuan memberi, serta mencegah. Dengan kata lain, mengakui bahwa hanya Allah Azza wa yang paling pantas untuk mendapatkan pujian. Sebagai konsekuensi dari pujiannya kepada Allah maka dia rela menjadikan dirinya melakukan pengabdian dan pengorbanan di jalan Allah.
4). Asaa-ihun (mereka yang melawat)
Menurut Tafsir Alquran Departemen Agama, melawat yang dimaksud adalah melawat untuk mencari ilmu atau berjihad. Sedangkan menurut Syaikh Fathi Yakan rahimahullah, doktor di Bidang Kajian Islam dan Bahasa Arab, melawat yang dimaksud adalah penjelajahan nalar, pikiran dan hati untuk melihat dan memperhatikan makhluk ciptaanNya yang berada di langit dan di bumi, sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,
“…Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (QS. An-Nahl (16) ayat 36)
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah berkata, “Apabila Anda memperhatikan apa yang diserukan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk direnungkan, hal itu akan mengantarkan kamu pada ilmu tentang Rabb, tentang keesaanNya, sifat-sifat keagunganNya dan kesempurnaanNya, seperti ilmu, hikmah, rahmat, ihsan, keadilan, ridha, murka, pahala dan siksaNya. Begitulah cara Dia memperkenalkan diri kepada hamba-hambaNya dan mengajak mereka untuk merenungi ayat-ayatNya.”
Ibnu Sa’di rahimahullah berkata, “Di antara sebab yang menumbuhkan keimanan dan mendorongnya adalah tafakkur merenungi penciptaan langit dan bumi serta makhluk-makhluk yang ada di dalamnya. Merenungi penciptaan diri sendiri serta berbagai macam sifat yang ada di dalamnya. Hal itu akan menguatkan iman. Karena keajaiban makhluk-makhluk tersebut menunjukkan keagungan penciptanya. Demikian pula keindahan, kerapian dan kekokohannya yang membuat kagum ulul albab (orang yang berakal). Semua itu menunjukkan keluasan ilmu Allah Subhanahu wa Ta’ala dan keluasan hikmahNya.
Berbagai macam manfaat dan nikmat yang sangat banyak tiada terhingga dan tiada terhitung, yang menunjukkan keluasan rahmat Allah, kemahapemurahan dan kebaikanNya. Semua itu mendorong kita untuk mengagungkan Pencipta dan Pembuatnya, mendorong kita untuk mensyukuri dan selalu mengingatNya serta mengikhlaskan agama ini hanya untukNya semata. Itulah ruh keimanan dan rahasianya.” (bersambung)
(w/MajalahAulia)