JUMBO menjadi film animasi Indonesia yang mampu tembus satu juta penonton di sepekan penayangannya (Ahad, 6/4). Tapi ada pertanyaan: ini film anak-anak atau film orang tua yang dikemas dalam cerita anak-anak?
Para orang tua Indonesia akhirnya bisa lega mengajak anak-anak mereka ke bioskop di momen Lebaran tahun ini. Karena selama ini, film yang tayang di momen Lebaran kebanyakan film asing dengan cerita yang jauh membumi.
Jumbo dan Bobot Film Animasi Indonesia
Jumbo bisa dibilang sebagai peningkatan produk film animasi asli tanah air. Sebelumnya, film animasi karya anak bangsa memang belum digjaya di rumah sendiri.
Pernah diharapkan film Nussa akan menjadi primadona film animasi di momen Lebaran beberapa tahun lalu. Sayangnya, musibah Covid menyudutkan film animasi bagus itu menjadi tak berdaya karena terpaksa.
Jumbo bisa menggantikan Nussa? Dari segi garapan animasi, Jumbo bisa dibilang setara dengan Nussa. Sang sutradara film Jumbo, Ryan Adriyandhi, juga ikut terlibat dalam menggarap film Nussa.
Sayangnya itu, Covid mengharuskan bioskop membatasi jumlah penonton menjadi tidak sewajarnya. Publik pun dibayang-bayangi cerita horor tentang wabah covid.
Kalau menjawab apa bisa menggantikan Nussa dari segi cerita, rasanya Jumbo tidak ke arah situ. Jumbo lebih bersifat umum tentang kehidupan anak-anak Indonesia umumnya di era tahun 90-an.
Lebih spesifik lagi, Jumbo memotivasi anak-anak yang korban bully untuk mampu bangkit percaya diri. Dari sudut pandang anak-anak, juga dari orang tua.
Kenapa orang tua? Sepertinya, sang sutradara sangat mengharapkan peran orang tua untuk ikut berperan membangun kepercayaan diri anak-anak mereka sebagai korban bully.
Di sinilah ‘buyar’nya film Jumbo sebagai film animasi anak-anak. Karena film ini memang tidak dimaksudkan hanya untuk anak-anak, melainkan juga para orang tua sebagai penyadaran bahwa betapa tidak enaknya menjadi korban bully.
Muatan inilah yang mungkin menjadikan bobot film Jumbo menjadi terasa berat. Tidak renyah dan sarat kelucuan seperti di umumnya film anak-anak.
Film Jumbo tanpa disadari si pembuatnya: sang sutradara, seperti mencerminkan masa lalunya saat di masa kecil. Ya, merasakan betapa tidak enaknya sebagai korban bully.
Tapi menariknya, film ini tidak memposisikan para korban bully sebagai yang patut dikasihani saja. Tapi sebagai motivator bahwa korban bully bisa menunjukkan prestasi dengan percaya diri yang tinggi.
Produk Animasi Terbaik Anak Negeri
Penggarapan Jumbo memang tidak semudah hasil penayangannya. Film berdurasi lebih dari seratus menit ini digarap oleh 420 orang animator. Tidak tanggung-tanggung, produksi film ini dimulai sejak tahun 2020, atau hampir lima tahun lalu.
Bahkan pengisi peran utama, tidak lagi berusia anak-anak. Mereka sudah lebih tua lima tahun dari saat itu.
Film ini ditayangkan di 17 negara. Dan di Indonesia tayang di momen yang paling ‘subur’ untuk pengisi hiburan kalangan keluarga. Yaitu, momen Lebaran.
Memang, ada sedikit catatan dari para orang tua tentang film ini. Terutama dalam kemasan bobotnya yang dirasa terlalu berat.
Dan, akan lebih mengena lagi jika karya anak bangsa, termasuk film animasi, bisa lebih dekat dengan faktual kehidupan anak negeri. Bukan hanya budayanya, tapi juga religiusitas suasananya. Apalagi, direncanakan tayang di momen Lebaran. [Mh]