ChanelMuslim.com – Sebelum Departemen Agama mempublikasi Al Quran dan Terjemahan, sudah ada dari lembaga swasta maupun perorangan yang mempublikasikannya ke masyarakat Indonesia.
Namun, Al-Qur’an dan Terjemahnya yang diterbitkan oleh Lembaga Penyelenggara Penterjemah Kitab Suci Al-Qur’an Departemen Agama baru beredar pada 17 Agustus 1965.
“Kemudian mengalami perubahan pada tahun 1971, terkait ejaan lama. Hurufnya seperti oe, tj,” jelas Kepala Bidang Pengkajian Alquran dari Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran, Abdul Aziz Sidqi saat ditemui di kantor MUI Pusat, Jakarta, Rabu (31/7).
Alasan disempurnakan Al Quran dan Terjemahnya yang diterbitkan oleh Kemenag, kata Abdul Azis, karena bahasa Al Quran itu begitu luas ketika diterjemahkan ke bahasa manusia.
“Pada edisi pertama terjadi beberapa kali perbaikan, yaitu pada tahun 1971. Dengan menambahkan Muqodimmah, sub judul, pengantar surat, nama surat dan artinya, serta catatan kaki yang lumayan banyak,” tambahnya.
Pada tahun 1989, Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an melakukan penyempurnaan, tetapi lebih difokuskan pada penyempurnaan redaksional yang dianggap kurang sesuai lagi dengan perkembangan bahasa Indonesia ketika itu.
“Adapun hal-hal yang bersifat substansial tidak banyak disentuh. Hasil perbaikan tersebut digunakan oleh masyarakat secara luas, dan dicetak baik oleh pemerintah maupun penerbit swasta, termasuk oleh Kompleks Percetakan Al-Qur'an Raja Fahd (Mujamma’ Al Malik Fahd, Saudi Arabia, pada 1990,” katanya.
Di edisi kedua, tahun 1998 sampai dengan tahun 2002, Al Quran dan Terjemahnya dilengkapi dengan terjemahan bahasa Arab yang mengacu pada SKB Menteri Agama.
“Muqodimah sudah tidak ada, pengantar surat tidak ada, catatan kaki juga dikurangi,” kata pria yang lahir di Cilacap ini.
Dari 1.610 catatan kaki yang ada di Al Quran dan Terjemahnya, lanjut Abdul Aziz, berkurang menjadi 930 catatan kaki.
“Di edisi 2002 ini, lebih singkat dan tipis dari sebelumnya. Salah satu perubahan di terjemahan di edisi kedua adalah pada surat Al Baqoroh ayat 153,” katanya.
Sebelumnya diartikan ‘wahai orang-orang beriman jadikan sabar dan sholat sebagai penolong.
“Di edisi kedua, mohonlah pertolongan kepada Alloh dengan sabar dan sholat,” katanya.
Menurut Abdul Aziz, pada edisi pertama terdapat kerancuan arti, jika secara logika bukan Alloh sebagai penolong tapi sabar dan sholat.
Di edisi ketiga tahun 2019 nanti, kata Abdul Azis ada beberapa perubahan lagi yang dilakukan oleh Kementerian Agama, khususnya Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran.
“Nantinya, ada catatan kaki, tidak ada arti nama surat, dilengkapi.sub judul karena rupanya dibutuhkan oleh masyarakat. Salah satu ada sub judul,” katanya.
Perbaikan kedua dalam segi bahasa. Sebelumnya, terjemahan yang ada mengacu kepada ejaan yang disempurnakan (EYD). Kini, acuannya pada pedoman umum ejaan bahasa Indonesia (PUEBI).
Ketiga, Al Quran dan Terjemahannya lebih ramah disabilitas. Jika dulu, mengartikan buta sekarang menjadi tuna netra.
“Usulan ini, karena banyak tuna netra yang memprotes bahwa kata ‘buta’ itu kasar bagi orang yang tidak bisa melihat,” katanya. (Mh/Ilham)