ChanelMuslim.com – Muchlis M Hanafi selaku Pengganti Sementara (Pgs) Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran (LPMQ) Kemenag, , menjelaskan bahwa terjemahan Al-Quran dalam kata awliya pada QS Al Maidah: 51 diterjemahkan sebagai teman setia tersebut merujuk pada edisi revisi 2002 Terjemahan Al Quran Kementerian Agama yang telah mendapat tanda tashih dari LPMQ.
Hal ini ditegaskan Muchlis menanggapi beredarnya postingan di media sosial tentang terjemahan kata awliya pada QS Al-Maidah: 51 yang disebutkan telah berganti dari ‘pemimpin’ menjadi ‘teman setia’.
Postingan itu menyertakan foto halaman terjemah QS Al-Maidah: 51 dengan keterangan yang menyebutnya sebagai ‘Al-Quran palsu’.
“Tidak benar kabar yang menyatakan bahwa telah terjadi pengeditan terjemahan Al-Quran belakangan ini. Tuduhan bahwa pengeditan dilakukan atas instruksi Kementerian Agama juga tidak berdasar,” tegas Muchlis di Jakarta, Minggu (23/10) dalam siaran persnya.
Menurut Muchlis, kata awliya di dalam Al-Quran disebutkan sebanyak 42 kali dan diterjemahkan beragam sesuai konteksnya.
Merujuk pada Terjemahan Al-Quran Kementerian Agama edisi revisi 1998 – 2002, pada QS. Ali Imran/3: 28, QS. Al-Nisa/4: 139 dan 144 serta QS. Al-Maidah/5: 57, misalnya, kata awliya. diterjemahkan dengan pemimpin.
Sedangkan pada QS. Al-Maidah/5: 51 dan QS. Al-Mumtahanah/60: 1 diartikan dengan teman setia.
“Pada QS. Al-Taubah/9: 23 dimaknai dengan pelindung, dan pada QS. Al-Nisa/4: 89 diterjemahkan dengan teman-teman,” tambahnya.
Terjemahan Al-Quran Kemenag, lanjut Muchlis, pertama kali terbit pada tahun 1965.
Pada perkembangannya, terjemahan ini telah mengalami dua kali proses perbaikan dan penyempurnaan, yaitu pada tahun 1989-1990 dan 1998-2002. Proses perbaikan dan penyempurnaan itu dilakukan oleh para ulama dan ahli di bidangnya, sementara Kementerian Agama bertindak sebagai fasilitator.
“Penyempurnaan dan perbaikan tersebut meliputi aspek bahasa, konsistensi pilihan kata atau kalimat untuk lafal atau ayat tertentu, substansi yang berkenaan dengan makna dan kandungan ayat, dan aspek transliterasi,” terangnya.
Pada terjemahan Kementerian Agama edisi perdana (tahun 1965), kata awliya pada QS. Ali Imran/3: 28 dan QS. Al-Nisa/4: 144 tidak diterjemahkan. Terjemahan QS. Al-Nisa/4: 144, misalnya, berbunyi: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir sebagai wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin.
Pada kata wali diberi catatan kaki: wali jamaknya awliya, berarti teman yang akrab, juga berarti pelindung atau penolong.
“Catatan kaki untuk kata wali pada QS. Ali Imran/3: 28 berbunyi: wali jamaknya awliya, berarti teman yang akrab, juga berarti pemimpin, pelindung atau penolong, “, jelas Muchlis dalam siaran pers yang sama.
Terkait penyebutan ‘Al-Quran palsu’ pada informasi yang beredar di media sosial, Doktor Tafsir Al-Quran lulusan Universitas Al Azhar Mesir ini mengatakan, terjemahan Al-Quran bukanlah Al-Quran.
Terjemahan adalah hasil pemahaman seorang penerjemah terhadap Al-Quran. Oleh karenanya, sebagian ulama berkeberatan dengan istilah terjemahan Al-Quran. Mereka lebih senang menyebutnya dengan terjemahan makna Al-Quran.
Tentu tidak seluruh makna Al-Quran terangkut dalam karya terjemahan, sebab Al-Quran dikenal kaya kosa kata dan makna. Seringkali, ungkapan katanya singkat tapi maknanya padat.
“Oleh sebab itu, wajar terjadi perbedaan antara sebuah karya terjemahan dengan terjemahan lainnya,” paparnya.
(jwt/rilisKemenag)