ChanelMuslim.com – Pertemuan dengan dr. Vinod Bura, seorang EPI Medical Officer dari World Health Organization (WHO) membuat kami yang hadir di Hotel Mercure bertanya-tanya soal Vaksin Measles Rubella. Apakah benar isu bahwa WHO melakukan politik uang dan sengaja menakuti negara-negara untuk membeli vaksin rekomendasinya. Beliau tertawa mendengar pertanyaan itu. Vaksin Measles Rubella adalah vaksin untuk dua penyakit, yaitu measles atau campak dan Rubella.
Menurutnya rubella atau biasa kita kenal sebagai campak jerman sebetulnya hanyalah penyakit biasa. Bedanya dengan campak yang menyebabkan kematian, campak jerman berbahayanya adalah Sindrom Rubella Kongenital . Sindrom Rubella Kongenital dapat menyebabkan cacat lahir pada bayi seperti tuli, katarak, penyakit jantung bawaan, kerusakan otak, organ hati, serta paru-paru. Apalagi dr Vinod sempat menyebut anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah akibat dari virus ini.
Ia menanyakan kepada kami, apakah sering melihat kasus seperti ini. Kami menjawab sering.
"Itu akibat dari Rubella," Tegas dr. Vinod kepada kami.
Namun, ketika kami menanyakan mengenai sejarah Rubella dari mana. Ia tidak bisa menjelaskan. Saya pun mencari tahu dari mana virus Rubella itu pada awalnya. Apakah benar ada dugaan adanya proyek pembuatan virus untuk proyek WHO.
Menurut Centers for Disease Control and Prevention atau lebih dikenal Departemen Kesehatan dan Layanan Masyarakat Amerika Serikat, virus ini pertama kali menyerang di Amerika Serikat pada tahun 1964-1965.
Dalam waktu satu tahun.12,5 juta kasus rubella. Dua puluh ribu anak dilahirkan dengan 11.000 tunarungu, 3.500 buta, dan 1.800 orang terbelakang mental. Ada 2.100 kematian neonatal dan lebih dari 11.000 aborsi – beberapa hasil spontan infeksi rubella pada ibu, dan lainnya dilakukan pembedahan setelah wanita diberitahu tentang risiko serius paparan rubella selama kehamilan mereka.
Amerika Serikat mulai dinyatakan bebas dari Rubella pada tahun 2004. Anehnya, virus ini berkembang di luar daerah Amerika Serikat. Itu artinya selama empat puluh tahun, penduduk Amerika Serikat secara tidak sengaja menyebarkan virus ini ke berbagai belahan dunia. Salah satunya Indonesia.
Lain Dulu Beda Sekarang
Bagi kita umat Islam terjadinya cacat lahir pada anak bahwa adalah cobaan dari Alloh SWT. Apakah itu, buta, tuli, jantung bocor dan sebagainya. Apapun keadaannya anak itu lahir, ia adalah anugerah terindah yang diberikan oleh Alloh SWT.
Sebelum adanya virus rubella kita tak seheboh ini. Kita menerima keadaan anak-anak, tidak takut apa yang akan terjadi. Banyak orang tua menerima apa adanya ketika anak-anaknya menjadi ABK atau cacat bawaan. Mengingat ABK, cacat bawaan hingga jantung bocor jadi teringat kawan saya sewaktu sekolah dasar, pada tahun 1993. Ia orang pertama kali saya temui saat kelas satu.
Namanya, Ibrahim. Ayah Ibrahim adalah seorang ustaz dan mempunyai rumah megah di daerah saya. Ibrahim mempunyai kondisi berbeda dengan kami. Warna kulitnya biru. Saya kira ia dari planet lain waktu pertama kali bertemu dengannya. Saya datang duluan bersama ibu saya saat pertama sekolah. Baru Ibrahim bersama ibunya.
"Ibrahim, boleh duduk di sini!" sapanya kepada saya saat itu.
Saya tidak pernah bertanya mengenai tubuhnya kebiru-biruan. Hingga ibu saya menjelaskan ketika pulang sekolah. Bahwa Ibrahim mengidap jantung bocor. Hal itu membuat saya sedih. Ibrahim anak yang pintar ia selalu merebut rangking satu dan saya cemburu pada kepintarannya.
Hingga kelas empat SD, guru saya bernama Pak Burhan memberikan pelajaran tambahan di rumah Ibrahim. Saya sebetulnya paling malas ikut pelajaran tambahan karena Ibrahim akhirnya mengikuti kegiatan itu. Namun, hanya sekali saya ikut. Ibrahim selalu bertanya kepada saya, kapan bisa ikut. Hingga saya mendapat kabar Ibrahim dibawa ke rumah sakit setelah les. Kemudian, beliau meninggal. Lima belas tahun kemudian, saya bertemu kembali dengan kedua orangtua Ibrahim. Ia bertanya kepada saya, "sudah menikah?"
Saya hanya tersenyum dan berlalu sambil menyampaikan salam. Bila melihat kedua orangtua Ibrahim, saya jadi sedih. Karena tidak bisa menepati janji untuk ikut les bersamanya. Namun, dari kisah ini kita mendapat pelajaran bahwa kasus akibat Rubella itu sudah lama sekali jika ditilik berasal dari sejarahnya dan perkataan dr. Vinod.
Orangtua kita lebih banyak menerima keadaan yang terjadi ketika melihat anaknya sudah cacat sejak lahir. Entah, mengapa ketika isu wabah Rubella seakan-akan menjadi panik. Padahal wabah Rubella di Indonesia masih berkisaran 4 ribu di tahun 2015.
Hasil study cost benefit analysis yang dilakukan oleh Prof.Soewarta Koesen, Badan Litbangkes tahun 2015. Menurutnya insiden Sindrom Rubella Kongenital, per tahun 0,2 / 1000 bayi lahir hidup.
Dari kasus ini sebetulnya dapat dilihat wabah Rubella di Indonesia tidak seheboh seperti yang dikatakan oleh dr. Vinod dan Kemenkes. Dari rata-rata itu dapat disimbulkan bahwa rubella hanya menjangkit mereka yang sedang tidak sehat dan berbahaya ketika ibu sedang hamil. Karena virus ini akan menyerang janin sang Ibu.
Anak adalah Anugerah dari Alloh SWT
Di Amerika Serikat, ketika mereka mengetahui bahwa janinnya diserang Virus Rubella akan mengaborsi anaknya, beda dengan Indonesia. Karena kita menganggap bahwa anak adalah anugerah dari Alloh SWT. Bagi kita aborsi itu tabu bahkan haram dilakukan.
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu) , dan di sisi Allah pahala yang besar.” (At-Tagabun :15)
Berdasarkan ayat itu dengan lahirnya anak dan membesarkannya menjadi generasi yang berguna, orangtua akan mendapatkan pahala yang sangat besar.
Itulah bedanya budaya di Amerika dengan di Indonesia yang kental dengan keislamannya. Begitu juga terkait vaksin, halal dan haram harus jelas dulu. Apalagi kalau impor dari di India. Kita tahu bahwa haram bagi kita memasukkan apa yang tidak halal pada tubuh anak-anak kita. Baik itu hasil dari pekerjaan, makanan dan minuman sampai vaksin sekalipun.
Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu thoyyib (baik). Allah tidak akan menerima sesuatu melainkan dari yang thoyyib (baik). Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan-Nya kepada para Rasul. Firman-Nya: ‘Wahai para Rasul! Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.’ Dan Allah juga berfirman: ‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang baik-baik yang telah kami rezekikan kepadamu.'” Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan jauh, sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo’a: “Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku.” Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do’anya?” (HR. Muslim no. 1015)
Berdasarkan fatwa MUI no.4 Tahun 2016 telah jelas mengenai imunisasi itu. Pertama, Imunisasi pada dasarnya dibolehkan (mubah) sebagai bentuk ikhtiar untuk mewujudkan kekebalan tubuh (imunitas) dan mencegah terjadinya suatu penyakit tertentu. Kedua, Vaksin untuk imunisasi wajib menggunakan vaksin yang halal dan& suci. Terakhir, penggunaan vaksin imunisasi yang berbahan haram dan/atau najis hukumnya haram.
Oleh karena itu bila belum jelas kehalalannya mengapa pemerintah itu seperti memaksakan imunisasi MR bagi masyarakat. Padahal berdasarkan data sejak tahun 2015 hanya 0,2 anak dari 1000 yang dinyatakan terkena Sindrom Rubella Kongenital. Ketika ditanyakan kepada Direktur Biofarma Rahman Rustan mengapa tidak mencari vaksin lain yang jelas kehalalannya. Menurutnya saat itu pemerintah mendesak kepada Biofarma.
"Sebetulnya ada vaksin MR yang dinilai WHO, pertama Jepang, India dan China. Khusus Jepang, vaksin MR tidak diperbolehkan untuk diimpor ke negara lain. Karena saat itu pemerintah mendesak, kami menghubungi Serum Institute of India,"katanya saat di Kantor MUI, Jumat (3/8/2018).
Yang jadi masalah Serum Institute of India tidak mau membuka kandungan vaksin sejak fase pertama vaksinasi MR. Menurut Rahman, selama ini mereka yang memesan vaksin MR tidak pernah menanyakan kehalalan vaksin.
"Apalagi isi kandungan di dalam vaksin MR,"katanya.
Arab Saudi saja, kata Rahman, pernah memesan vaksin MR dari Serum Institute of India dan tidak masalah.
Sayangnya, Pak Rahman tidak mengetahui, standar MUI itu berbeda dengan negara lain. Sangat ketat. Mengenai standar halal ini semua negara justru mengambil sistem kehalalan dari MUI. Apalagi MUI berjanji ketika pertemuan antara Menkes dan Biofarma. Bila isi kandungan sudah diterima MUI, hanya dalam waktu tiga hari akan memberikan fatwa terkait vaksin tersebut.