SEBAGAI bentuk rangkaian agenda tahunan Public Expose dan Poverty Outlook, Indonesia Humanitarian Summit (I-HitS 2024) mengusung tema “Kiprah dan Dampak Besar Filantropi” dari capaian kinerja Dompet Dhuafa sepanjang tahun 2024, sekaligus sebagai cerminan situasi saat ini serta upaya sinergi ke depan.
Bertempat di Gedung Usmar Ismail Hall Jakarta, pada Kamis (23/01/2025) kegiatan ini diisi juga dengan ruang diskusi dalam merespon kemiskinan di Indonesia.
Menghadirkan narasumber yang ahli dibidangnya seperti Prof. DR. Dr. Hafidz Abbas (Akademisi UNJ), Haryo Mojopahit (Direktur Lembaga Riset Institute for Demographic and Affluance Studies (IDEAS)), dan Bambang P Jatmiko (Pengamat Ekonomi dari Media Massa).
Haryo Mojopahit menyampaikan bahwa angka kemiskinan di Indonesia masih besar.
Program pengentasan kemiskinan perlu menyasar kantong-kantong kemiskinan (kab/kota dengan jumlah persentase penduduk miskin terbesar) untuk mengurangi angka kemiskinan secara signifikan.
Mayoritas lembaga filantropi belum jadi strategic charity yang melibatkan riset, data dan kaji dampak.
Ia menilai bahwa masih pragmatis dalam hal penyaluran.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
“Inisitif-inisiatif baik berbagai lembaga filantropi perlu difokuskan setidaknya ke 10 kantong kemiskinan di Indonesia. Terutama inisiatif di bidang Pendidikan dan Kesehatan. Ada lembaga-lembaga filantropi lokal yang beroperasi di tingkat provinsi dan masjid-masjid di tingkat komunitas yang dapat dikembangkan kapasitasnya,” tambah Haryo.
Sementara itu, Prof. DR. Dr. Hafidz Abbas menyampaikan bahwa pendidikan dan pengangguran adalah kunci untuk keluar dari krisis.
“Pendidikan dan pengangguran adalah kunci kita untuk keluar dari segala krisis. Menurut saya konsep pendidikan pada masa Budi Utomo justru lebih baik dripada konsep pendidikan sekarang.”
Ia mengutip konsep pendidikan era Budi Utomo di antaranya memajukan pendidikan seluas-luasnya, junjung tinggi cita-cita kemanusiaan, majukan tradisi dan nilai-nilai kebudayaan dan bangun taman-taman baca di seluruh pelosok negeri.
Prof Abbas juga bercerita pengalamannya dalam menangani persoalan kemiskinan di desa-desa Cina.
“Saya mengajukan 3 pertanyaan. Apakah kepala rumah tangganya memiliki keterampilan? Sekolah atau tidak? Buta huruf atau tidak? Jadi di sana itu tidak ada di pinggir jalan memberikan sembako. 3 Pertanyaan tadi sebagai bentuk penghormatan kepada mereka untuk keluar dari kemiskinan. Tidak memanjakan mereka.”
Dompet Dhuafa Hadirkan Ruang Diskusi dalam Merespon Kemiskinan di Indonesia Humanitarian Summit 2024
Baca juga: Dukung Kesehatan Mental, Dompet Dhuafa Luncurkan Rumah Konseling Aku Temanmu
Masih dalam topik yang sama, Bambang Jatmiko dalam diskusi tersebut mengatakan bahwa dari banyaknya berita kriminal yang ada seperti KDRT, bunuh diri, judi online dan lain-lain ia menemukan hipotesis bahwa hal ini berhubungan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat kita saat ini.
“Kemiskinan struktural masih menjadi bagian sehari-hari di Indonesia. Persoalan turunan dari kemiskinan masih akan jadi pemberitaan yang tak bisa dihidari. Masih akan menjadi komoditas politik bagi politisi. Masih akan menjadi bahan konten bagi content creator. Mulai dikaitkan dengan isu-isu sustainability (SDGs no 1),” ungkapnya.
Lebih lanjut ia menilai bahwa banyak inisiatif crowdfunding untuk membantu individu miskin yang viral di medsos.
Bantuan tersebut tidak berkelanjutan dan tidak ada mekanisme pertanggungjawaban. Si penerima donasi rentan mengalami perundungan dan cibiran.[Sdz]