Kabur menyelamatkan agama mereka dari tindakan pembatasan yang dilakukan pemerintah komunis China, semakin banyak Muslim Uighur meninggalkan Xinjiang ke wilayah mayoritas Muslim di Kazakhstan.
“Muslim Uighur ingin menyelamatkan agama mereka dan ingin mempraktekkan agama mereka secara bebas,” ujar Imam Ali Knanat, imam Masjid Nabi Muhammad di utara kota industri Almaty, mengatakan kepada Bloomberg Business Week pada hari Selasa kemarin (6/1/2015).
“Di China agama diawasi secara ketat, jadi kami melihat banyak orang Uighur datang ke sini selama bulan Ramadhan untuk shalat, berpuasa dan untuk belajar lebih banyak pengetahuan tentang Islam,” kata Ali, yang telah memimpin masjid selama tiga tahun.
Setiap tahun selama bulan Ramadhan, imam sibuk melayani Muslim Uighur di Xinjiang yang melarikan diri ke Almaty untuk dapat menjalankan ajaran agama.
Melakukan perjalanan sekitar 235 mil (380 kilometer), mereka mendapatkan sambutan hangat di kalangan umat Islam di kota Kazakhstan. Namun di Xinjiang, mereka berisiko didenda atau ditahan hanya karena berjilbab atau memanjangkan jenggot dan berpuasa di bulan Ramadhan.
Muslim Uighur adalah minoritas berbahasa Turki dari delapan juta warga di wilayah barat laut Xinjiang.
Kelompok-kelompok HAM menuduh pihak berwenang China represif terhadap Muslim Uighur di Xinjiang atas nama anti terorisme.
Di Almaty Kazakhstan, Muslim Uighur telah mengembangkan hubungan yang dekat dengan komunitas Muslim lainnya.
Uighur memiliki posisi cukup seimbang dengan kelompok etnis lainnya di Kazakhstan, kata Syroezhkin, kepala penelitian Institute untuk Studi Strategis Kazakhstan.
“Mereka tidak dibatasi di sini,” ujar Syroezhkin.
“Ada sekitar 260.000 warga Uighur yang tinggal di negara ini dan mereka sepenuhnya berasimilasi di dalam masyarakat Kazakh. Kazakhstan tidak mendukung kebijakan separatisme etnis.”[af/onislam]