Oleh: Kak Eka Wardhana, Rumah Pensil Publisher
ChanelMuslim.com-Sebelum ada telepon seluler, kita menggunakan telepon yang dihubungkan dengan kabel. Kabel-kabel itu digantung di atas tiang-tiang telepon berwarna hitam dengan balutan cat perak di bagian bawahnya. Saya dulu pernah ikut bekerja memancangkan tiang-tiang telepon itu. Dan saya tahu pekerjaan terberatnya adalah menggali tanah keras yang dalam tapi sempit, agar tiang telepon bisa ditanam dengan kuat.
Dalam bentuk sangat sederhana, membangun masa depan anak-anak ibarat memancang tiang-tiang telepon. Kita harus melewati bagian terberatnya dulu, agar tiang-tiang berdiri tegak. Orangtua harus menanamkan pendidikan dasar dulu, baru memberinya pendidikan yang lain. Yah, seperti mengecat tiang dan menggantungkan kabel di atasnya.
Lalu pendidikan dasar apa yang harus kita berikan lebih dulu? MEMBACA, tentu saja. Ingat perintah pertama yang diturunkan Allah dalam Qur’an? IQRA, Bacalah!
Membaca adalah kemampuan yang dimiliki hampir semua orang. Jadi, semua orang punya kemampuan yang sama dalam membaca. Tetapi anehnya, mengapa ada yang menjadi lebih pintar dan lebih sukses dibanding yang lain bila kemampuan membaca mereka sama?
Mungkin Anda akan bilang: orang yang pintar itu kan tidak berhenti sampai bisa membaca saja, mereka harus belajar matematika dan teknik menggambar perspektif untuk jadi arsitek. Mereka harus belajar biologi dan anatomi untuk menjadi dokter. Mereka harus membaca ilmu manajemen dan marketing agar punya bekal untuk menjadi pengusaha yang tangguh.
Tahu tidak, bisa jadi Anda benar, tetapi Anda melupakan satu hal penting: bukan dosen anatomi yang paling berjasa membuat seorang menjadi dokter, sebab ia tinggal mengecat tiang yang sudah terpancang. Demikian juga dengan contoh berbagai profesi keren yang lainnya. Tiang-tiang itu boleh berwarna-warni, tetapi semuanya terpancang di tanah yang sama.
Ternyata guru membacalah yang mengerjakan pekerjaan tersulit. Entah itu guru Sekolah Dasar atau orangtua di rumah, guru yang mengajarkan kemampuan membacalah yang menggali tanah keras untuk menanam tiang. Anak bisa jadi apa saja kelak asal ia punya kemampuan membaca yang baik.
Nah, jadi ini tak menjawab pertanyaan tadi: bila kemampuan membaca semua orang sama, mengapa ada yang lebih sukses dan lebih pintar dari yang lain?
Jawabannya bukan terletak pada apa yang ia pelajari setelah mampu membaca, tetapi terletak pada kemampuan membaca mereka masing-masing! Maksudnyaaa?
Maksudnya adalah: anak yang kelak akan lebih pintar dan lebih sukses punya kedalaman yang beda saat membaca. Setiap anak, mulai dari pelosok pegunungan sampai yang tinggal di apartemen kota-kota besar pasti bisa membaca “Ini Budi. Ini Ibu Budi. Ini Bapak Budi…” Apa bedanya? Bedanya, anak yang berpotensi jadi lebih pintar dan lebih sukses dari yang lain itu akan dengan antusias ingin membaca kalimat-kalimat yang lain, sementara anak yang kelak jadi orang biasa saja sudah cukup puas bisa membaca sampai di situ.
Logis, bukan? Bagaimana mungkin orang akan mampu membaca buku tebal anatomi bila ia tidak ingin membaca lebih dari sekadar apa yang dilihat pada status orang di medsos? Dengan kata lain, anak yang kelak menjadi lebih pintar dan lebih sukses, biasanya punya kecintaan membaca yang lebih dalam dari yang lain.
Silakan saja bila ada yang mampu memberikan contoh bahwa ada kok orang yang bisa kaya bukan dari kecintaan membaca tetapi justru dari keringat dan kerja keras. Memangnya jadi kaya dan sukses hanya dari kemampuan membaca saja?
Menurut saya pendapat itu ada benarnya juga sih, hanya harus diingat: lebih pintar itu bernilai intelek. Mungkin ada pedagang di pasar yang begitu sukses sampai bisa mengenakan rentetan gelang emas di tangan dan untaian kalung mutiara di lehernya, yang bahkan tak mampu dilakukan dosen di universitas ternama sekalipun, tetapi yang jelas tingkat intelektualnya berbeda.
Bila orang beriman disuruh memilih: lebih intelek atau lebih kaya? Seharusnya kita tidak bingung lagi, kita akan memilih lebih intelek. Sebab perintah pertama dalam Qur’an adalah Iqra! Bacalah! Jadilah lebih intelek dari sebelumnya. Bukan jadilah kaya!
Percayalah, orang yang senang membaca akan berbeda dari orang yang tidak gemar membaca. Perbedaannya bahkan sangat jauh, tetapi banyak orang yang tidak mau menyadarinya. Bahkan dari sejak ratusan tahun hal ini sudah terbukti nyata. Buktinya ada pepatah Cina yang mengatakan: “Buku adalah sebuah taman yang dibawa di dalam saku”.
Apa artinya? Artinya buku itu sangat indah, menenteramkan dan sering memberi inspirasi. Persis sebuah taman. Bahkan dari sejak sebelum tahun masehi dihitung, orang juga sudah menyadari bahwa orang intelek itu lebih bahagia dari yang sekadar kaya tapi tidak intelek. Buktinya? Buktinya ada sebuah tulisan di pintu perpustakaan kota Thebes dari Yunani kuno. Apa bunyi tulisan itu? Bunyinya: “Obat bagi Jiwa”.
Artinya buku-buku di perpustakaan Thebes adalah obat bagi jiwa para pembacanya.
Kesimpulannya? Mulailah membangun masa depan anak dengan menanamkan kecintaan pada buku dan membaca. Kecintaan lho, bukan sekadar bisa baca.
Salam Smart Parents!
[ind]