Oleh: Sirat Rizhqi (pengajar Alquran dan praktisi Homeschooling)
ChanelMuslim.com-Melatih indra anak dapat menghasilkan pengetahuan baginya. Ketika anak mulai tumbuh dan menyibukkan diri dengan suatu pekerjaan hal itu dapat menggugah kesadaran akalnya (Dr. Muhammad Nur Abdul Hafidz Suwaid)
Mengasah akal seorang anak adalah tugas penting orang tua. Sebab dengan akal yang terasah, kelak ia akan mampu melakukan tugasnya sebagai hamba
Allah. Bukankah manusia adalah makhluk Allah dengan derajat tinggi disebabkan bekal akal yang Allah berikan? Manusia lebih mulia dari hewan, tumbuhan, iblis, bahkan malaikat yang suci karena akalnya.
Di antara cara mengasah akal anak adalah dengan beraktivitas. Orang tua membersamai anak melakukan suatu pekerjaan. Rasulullah saw memberikan contoh bagaimana mendampingi anak.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu Sa’id al Khudri Ra: bahwasanya Nabi shallahu’alaihi wa salam sedang berjalan melewati seorang anak yang sedang menguliti kambing. Tetapi dia tidak melakukannya dengan baik. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda kepadanya, “Minggirlah,
aku perlihatkan caranya.” Beliau masukkan tangannya antara kulit dengan daging, kemudian menekannya hingga masuk sampai batas ketiak. Setelah
itu beliau pergi untuk mengimami sholat tanpa berwudhu.
Setahap demi setahap Rasulullah memberikan contoh sehingga anak itu dapat memahami dan mengikuti contoh dengan baik. Rasulullah tidak mencelanya, justru membangkitkan akal dan kepercayaan dirinya dalam melakukan suatu pekerjaan.
Melatih anak dengan berbagai aktivitas akan merangsang seluruh indera, bahasa dan budi pekertinya.
Selanjutnya, tugas orang tua adalah menyusun kegiatan yang dapat mengasah akal anak.
Pertama kali adalah penting menumbuhkan kesadaran dengan melakukan observasi bersama. Riset skala rumahan, apa saja masalah dalam rumah.
Masalah fisik rumah misal kran air yang kendor, lampu belajar yang kurang terang, banyak nyamuk di kamar, air dari sumur kurang jernih, dll.
Atau masalah non fisik misal kakak adik yang selalu berebut mainan, adik yang sukar bangun subuh, atau masalah uang saku dll.
Yang kedua, menyelenggarakan forum musyawarah keluarga. Membicarakan solusi dari masalah. Satu masalah, dipaparkan dan meminta usul dari
anggota keluarga (orang tua dan anak) tentang solusi.
Ketiga, menentukan kegiatan misal mengatasi air yang kurang jernih, keluarga sepakat membuat filter air sederhana bersama. Anak-anak membantu ayah membuat alat sederhana penyaring air.
Bersamaan dengan forum musyawarah keluarga, Dr. Abdullah Muhammad Abdul Mu’thi menyarankan agar disertai orang tua menceritakan kisah tokoh-tokoh yang inovatif. Sebagai contoh Khalid bin Walid, inovator di bidang militer. Strategi-strateginya hingga kini masih dibahas dalam kajian ilmiah. Tokoh ilmuwan muslim dari berbagai bidang atau di luar Islam semisal Thomas Alva Edison dengan karya-karyanya yang banyak.
Apakah sama antara membelikan mainan dengan menemani bermain anak?
Apakah sama antara membelikan anak buku dengan membaca buku bersama anak?
Apakah sama menyuruh anak melakukan pekerjaan yang ia belum mahir dengan mendampingi anak hingga ia mahir?
Berbeda, bukan?
Apa yang Rasulullah contohkan adalah membersamai. Ini yang nampaknya kurang dalam keluarga muslim. Karena sudah membelikan mainan, atau buku
atau mengajak ke wahana bermain, dianggap cukup.
Tidak, sesungguhnya yang Islam harapkan adalah kebersamaan. Orang tua bersama anak melakukan aktivitas bersama.
Seorang pakar pendidikan Dr. Abdullah Muhammad Abdul Mu’thi bahkan menuliskan satu buku khusus tentang aktivitas (proyek keluarga) “Langkah
Dahsyat Mencetak Anak Menjadi Inovator”.
Beliau mengajak keluarga muslim untuk berkegiatan, memiliki proyek mingguan, bulanan dan tahunan, minimal tiga bulanan jangan sampai lebih
dari itu.
Apa sebab? Islam merindukan generasi yang inovatif. Karena itu dibutuhkan manhaj (kurikulum) yang jelas, upaya yang terus-menerus dan doa yang tidak putus. Hanya dengan ketiga hal tadi akan datang taufiq dari Allah azza wa jalla.
Dengan aktivitas yang terus menerus dengan orang tua, selanjutnya di usia yang lebih lanjut dengan pakar, maka akan muncul anak yang hidup akalnya
dengan karya inovatif. Dari mana ini dimulai? Jawabannya dari rumah. [ind]