Chanelmuslim.com – Gadget saat ini sudah menjadi barang kebutuhan pokok. Tua, muda, bahkan anak-anak pun, mungkin, di atas lima puluh persen waktu per harinya tak lepas dengan gadget.
Hal-hal berikut ini harus diwaspadai dalam pemakaian gadget. Karena di sinilah setan memasang perangkapnya. Antara lain:
a. menjadikan penggunanya terperangkap dalam hal laghwi atau sia-sia
Allah swt. berfirman, “Sungguh beruntung orang-orang yang beriman. (Yaitu) mereka yang khusyuk dalam shalatnya. Dan, yang menghindarkan dirinya dari perbuatan laghwi (hal yang sia-sia)….” (QS. Al-Mu’minun: 1-3)
Kesia-siaan adalah tidak adanya manfaat, baik untuk dunia maupun akhirat. Para pengguna gadget mengorbankan begitu banyak energi tanpa keuntungan untuk urusan dunia dan akhirat mereka.
Sifat seperti ini bukan ciri seorang mukmin. Dan setan menjebak para pecandu gadget untuk keluar dari jatidirinya sebagai seorang mukmin. Yaitu, dari mestinya menghargai waktu yang diberikan Allah kepada penyia-nyiaan peluang tanpa manfaat apa pun. Kecuali, kenikmatan candu gadget tadi.
b. keterikatan batin dengan gadget melampaui yang lain
Silakan periksa kebiasaan kita saat bangun tidur. Apa yang pertama kali disentuh? Kalau yang disentuh bukan gadget, alhamdulillah, kita selamat dari jebakan ini. Tapi, jika gadget, hati-hati batin kita sudah diikat oleh setan dengan tuhan baru yang bernama gadget. Na’udzubillah.
Uji coba ini adalah ukuran ekstrim keterikatan dengan gadget. Karena orang yang bangun tidur mirip dengan bayi yang baru lahir, yang pertama kali dicari, itulah yang paling mendominasi batinnya.
Inilah yang nantinya, orang menjadi tidak peduli dengan sekeliling. Orang tidak peduli di hadapannya sedang duduk orang-orang terhormat: orang tua, mertua, suami atau isteri, anak-anak yang menunggu canda hangat orang tua, dan sebagainya. Inilah bencana besar dari keterikatan batin dengan gadget.
c. lupa dengan sesuatu yang terlarang dalam Islam
Kalau ada sebuah pertanyaan: lebih berbahaya mana komunikasi pria wanita bukan mahram lewat telepon atau lewat fasilitas gadget? Jawabannya bisa kita rasakan sendiri.
Pria wanita yang berkomunikasi lewat telepon akan mencari suasana privasi. Repotnya, suara tidak tertutup dengan sekat. Walau seseorang menghindar, tetap saja suaranya bisa terdengar orang sekitar. Inilah yang membuat orang begitu berhati-hati dalam menggunakan telepon. Selain tentunya, waktu telepon pun tidak bisa asal pilih dan biayanya mahal
Namun, bagaimana dengan fasilitas gadget. Tanpa bicara sepatah kata pun, orang bisa berasyik-asyik berduaan dan tanpa harus berdekatan. Dengan gadget, persoalan jarak dan biaya tak lagi masalah.
Selain itu, gadget memberikan penggunanya bisa menikmati fasilitas foto atau video orang yang sedang diajak bicara. Ia bisa membayangkan lawan bicaranya seperti apa. Padahal, Allah melarang pria dan wanita untuk menatap wajah yang bukan mahramnya.
Jangan heran jika ada kasus seorang gadis yang kuper alias jarang gaul bisa rela dibawa kabur lelaki yang baru ia kenal lewat fasilitas gadget. Ada suami yang menelantarkan isteri dan anak-anaknya untuk menyenangkan wanita teman seikatan gadgetnya.
d. kehilangan prioritas dalam membelanjakan uang
Dahulu, orang bisa melakukan tabzir dengan rokok. Rata-rata, 20 persen pendapatannya habis hanya untuk “dibakar” melalui rokok. Tapi sekarang, pulsa sudah menggeser sembako tidak lagi menjadi sembako, melainkan sembako atau sepuluh kebutuhan pokok termasuk pulsa.
Bayangkan jika sebuah keluarga terdiri dari lima anggota. Dan semuanya punya kebutuhan belanja pulsa bulanan, tentu ini akan melampaui orang belanja rokok. Karena rokok biasanya dilakukan oleh sang bapak, tidak isteri dan anak-anak.
Bayangkan lagi jika satu anggota keluarga tidak sekadar punya satu gadget. Maka, pengeluaran akan menjadi kelipatannya. Masya Allah.
e. terbukanya peluang untuk ngerumpi, ghibah, fitnah, dan sejenisnya.
Dunia gadget memberikan dampak positif terjalinnya tali silaturahim umat manusia. Tapi, setan bisa membalikkan peluang kebaikan itu kepada yang buruk. Yaitu, tersebarnya ghibah, fitnah, buruk sangka kita kepada bukan hanya seorang lawan bicara, tapi bisa ke sepuluh, seratus, seribu, bahkan jutaan responden kita.
Orang merujuk kepada apa yang kita sampaikan. Padahal, kita pun tidak punya fakta atau argumen yang benar tentang isu yang sudah terlanjur menyebar tak tentu arah.
Bayangkan, berapa dosa yang harus kita tanggung dari tidak terbatasnya penyebaran fitnah atau hal buruk yang kita sampaikan. (mh)