ChanelMuslim.com – Memberi nama anak di beberapa negara ternyata memiliki aturannya tersendiri. Di Jerman misalnya, ada beberapa aturan pemberian nama anak yang wajib diikuti warganya.
Seorang WNI yang tinggal di Jerman, Tuti Pöppelmeyer, menceritakan bagaimana aturan pemberian nama anak di Jerman.
“Saat saya hamil, suami sudah mewanti-wanti agar ketika anak kami lahir, sebisa mungkin memberi nama yang tidak macam-macam,” tulisnya dalam laman Facebook-nya, Sabtu (27/2/2021).
Pada awalnya, Tuti mengaku bingung dengan yang dimaksud “macam-macam” oleh suaminya.
“Saya sempat bingung juga, apa maksudnya macam-macam,” tanyanya.
Lalu, sang suami yang berkewarganegaraan Jerman itu menjelaskan bahwa ada aturan memberikan nama anak di Jerman.
“Setiap orang tua wajib mengikuti aturan tersebut karena jika kita melanggarnya, Kantor Pencatatan Sipil tidak akan mengeluarkan akte kelahiran anak kita,” jelas Tuti.
Tuti menganggap aturan itu rumit dan membuat repot warga, namun, kemudian ia berpikir bahwa aturan itu sebenarnya bagus untuk diterapkan.
“Ribet banget ya, nama aja ada aturannya segala. Saya juga awalnya mikir yang sama. Hehehe,” ujarnya.
“Setelah saya melahirkan, menurut saya bagus juga aturan tersebut diterapkan,” tambahnya.
Ia menyebutkan, dalam aturan tersebut, pemerintah Jerman menginginkan kebaikan untuk si anak di masa depannya dengan nama yang diberikan kedua orang tuanya.
Baca Juga: Pemilu Jerman: Perjuangan Muslim yang Dicabut Haknya
Aturan Memberi Nama Anak di Jerman
Beberapa aturan nama anak di Jerman adalah sebagai berikut.
Vorname (Nama Depan)
Nama depan (Vorname) dan nama kedua (zweite name), harus jelas menunjukkan bahwa nama anak kita adalah berjenis kelamin laki-laki atau perempuan.
Itulah di Jerman umumnya ada nama yang hampir mirip antara perempuan dan laki-laki, namun berbeda kenyataannya.
Dari nama itulah kita langsung mengetahui jika si empunya nama adalah seorang laki-laki atau perempuan.
“Terutama jika kita berkomunikasi dengan orang baru lewat telpon. Ketika disebutkan namanya kita akan mengetahui, oh yang berbicara dengan kita adalah seorang perempuan atau laki-laki. Jadi kita tidak akan salah menyebutnya Ibu atau Bapak,” kata Ibu dari Femke itu.
Misal: Nama perempuan Leony. Nama Laki-laki Leonard. Ada Paula – Paul.
Alexandra – Alexander.
Aturan kedua, nama tidak boleh menggunakan nama Kota. Titel gelar kerajaan tidak bisa dijadikan nama depan. Atau nama keluarga pun sama tidak bisa menjadi nama depan.
Kemudian, Nama anak dianjurkan tidak akan memberikan rasa malu atau terhina. Baik pengucapan maupun arti nama. Hal itu sangat diperhatikan, terutama ketika kelak anak-anak sudah dewasa.
“Kasihan juga anak kita kalau malu dengan nama yang disandangnya. Nama yang akan dipakai seumur hidup,” jelas Tuti.
Aturan berikutnya, Nama anak tidak boleh melebihi 5 kata. Misalnya: Bunga (1), Harum (2), Mewangi (3), Semerbak(4), Sepanjang (5), Masa (6). Itu pasti langsung ditolak ketika mengajukan pembuatan akta lahir. Karena ada lebih 6 kata.
Ada pertanyaan, bagaimana jika anak hasil perkawinan campur (misal, Ibu Indonesia dan Bapak Jerman). Atau orang tua yang beda bangsa. Ketika mempunyai anak ingin memberikan nama dari asal negara ibu dan Ayah?.
Jawabannya boleh. Kedua nama tersebut bisa disematkan ke nama depan dan nama kedua atau ketiga si anak.
Misal: Putri Sophia (Putri nama Indonesia, Sophia (Nama Jerman)
Atau Nadine Kirana (Nadine nama Jerman, Kirana Nama Indonesia)
Bagusnya di Jerman karena aturan ini dibuat, maka benar-benar akurat dan tepat penerapannya.
“Pasti teman-teman terbersit, petugasnya rajin banget, apa Iya sampai segitu rajin ya ngecek satu persatu? Memang betul demikian adanya,” jelas Tuti.
Kebiasaan baik orang Jerman adalah aturan dibuat itu untuk diterapkan.
Pihak departemen yang mengurusi hal ini, yaitu departemen kependudukan, mereka bekerja detail dengan mengecek semua nama anak yang diajukan, apakah sudah memenuhi syarat di atas.
Jika belum, mereka meminta orang tua kembali dengan nama yang sesuai aturan.
“Oh ya, tentang nama-nama yang di luar umumnya orang Jerman pakai. Mereka pun ada panduannya, semacam kamus besar nama – nama dari semua negara,” kata Tuti melanjutkan.
Namun, kadang ada juga nama dari negara-negara tersebut tidak terdapat di dalamnya.
“Seperti pengalaman kami, yang memberikan nama anak kami dengan dua kata. Kata kedua di namanya yaitu “Wulan” (kami menuliskan artinya dan di ambil dari Bahasa Jawa).
Namun di kamus nama mereka tertera kata “Bulan” tidak ada “Wulan”,” tuturnya.
Jika kasusnya seperti di atas, orang tua harus meminta pengantar kepada kedutaan besar negara Indonesia di Jerman yang menerangkan bahwa betul kata “Wulan” adalah kata yang dipakai untuk nama dan berasal dari Indonesia, diperuntukkan untuk anak perempuan, diambil dari Bahasa Jawa yang artinya Bulan.
Atau kita mengajukan surat ke sebuah Universitas di Jerman, yang ada di Kota Leipzig.
Di sana mereka mempunyai institusi mengurus tentang nama ini. Universitas tersebut ditunjuk oleh pemerintah Jerman mengurusi bidang nama.
“Setelah surat pengantar dilampirkan, maka saat itu, anak kami bisa memakai nama Wulan, serta akte lahir segera diterbitkan,” ujarnya.
Jika dari awal sudah tidak ada masalah. Akte lahir langsung dikeluarkan saat pengajuan.
Sementara itu, tidak hanya nama depan, nama keluarga juga diatur oleh pemerintah Jerman.
“Anak anak yang lahir di Jerman, wajib mempunyai nama keluarga,” jelas Tuti.
Aturan untuk menyematkan nama keluarga adalah sebagai berikut.
Jika nama keluarga ibu dan Ayah sama, otomatis nama keluarga anak akan sama.
Jika nama keluarga Ayah dan Ibu berbeda, orang tua bisa memilih akankah memakai nama keluarga Ayah atau Ibu. Tidak bisa menggunakan keduanya.
“Salam hangat dari anak Betawi asli, yang merantau di Jerman,” tutup Tuti.[ind]