ChanelMuslim.com – Tiga pakar sosiologi Amerika Serikat, yakni Profesor Sosiologi Dudley Poston dari Texas A&M University, Profesor Kenneth Johnson dari University of New Hampshire, dan Profesor Layton Field dari Mount St. Mary’s University, baru saja menyelesaikan studi komprehensif mengenai kependudukan di Eropa dan Amerika Serikat.
Hasil penelitian mereka menemukan bahwa 58 persen dari 1391 negara bagian di Eropa, punya angka kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan angka kelahiran.
Di sisi lain, di Amerika Serikat, angka kematian yang lebih tinggi hanya terjadi sebanyak 28 persen dari 3141 negara bagian.
Penelitian tersebut dilakukan selama dekade pertama di abad 21, yakni mulai tahun 2000 – 2009.
Penelitian hanya memperhitungkan kematian yang terjadi akibat sebab-sebab alami, bukan karena epidemi, perang, kelaparan ataupun faktor eksternal lainnya.
Seperti dilansir The Independent, di Eropa, negara-negara dengan tingkat kematian tertinggi terjadi di Rusia, Jerman dan Italia. Imbasnya, jumlah penduduk di negara-negara tersebut, menurun cukup drastis setiap tahunnya.
Sementara, di AS, hanya ada dua negara bagian yang mengalami penurunan penduduk akibat tingginya angka kematian dan rendahnya angka kelahiran, yakni di Virginia Barat dan Maine.
Di sisi lain, Inggris dan Irlandia, merupakan dua negara di Eropa dengan laju pertumbuhan penduduk yang stabil. Menilik statistik selama 10 tahun tersebut, diprediksi bahwa Inggris akan menjadi negara Eropa dengan penduduk terpadat pada 2050.
Saat ini, gelar tersebut dipegang oleh Jerman dengan jumlah penduduk lebih dari 80 juta jiwa.
Para sosiolog tersebut mengatakan penelitian mereka seharusnya menjadi catatan tersendiri bagi para pemerintah di negara-negara Eropa.
“Angka kematian yang tinggi dan angka kelahiran yang rendah mengacu pada penurunan jumlah penduduk dan itu terjadi lebih banyak di Eropa. Populasi mereka lebih tua dengan tingkat kesuburan yang lebih rendah. Ini seharusnya jadi perhatian pemerintah karena bisa berimbas pada ketahanan demografi,” tulis para peneliti dalam Population and Development Review.[af/cnn]