Wahai Ayah Bunda Engkau Muaddib (Bag. 2) Oleh: Ustaz Dr. Wido Supraha, M.Si.
ChanelMuslim.com – Ayah Bunda, di kala Allah ﷻ menitipkan anak, sejatinya Allah ﷻ Maha Mengetahui bahwa siapapun yang dititipi-Nya pasti mampu mengemban amanah itu.
B. Pendidikan itu Ta’dib
Pendidikan adalah proses untuk meneteskan ‘sesuatu’ secara perlahan-lahan kepada manusia. Ini definisi dasar secara umum dalam perspektif Barat.
Dalam pengembangannya, pendidikan adalah proses memfasilitasi pembelajaran, atau penanaman pengetahuan, kemampuan, nilai, keyakinan, dan kebiasaan.
Barat mengerti bagaimana teknik memfasilitasi lahirnya pendidikan modern, namun kesulitan dalam menentukan apakah ‘sesuatu’ yang baik untuk ditanamkan ke dalam jiwa manusia.
Hal ini karena sejarah Barat adalah sejarah kelanjutan peradaban Islam namun dengan dihilangkannya jejak-jejak Tuhan dari isinya.
Wahai Ayah Bunda Engkau Muaddib (Bag. 2)
Pada akhirnya, Barat hari ini harus lebih banyak menelurkan spekulasi filosofis daripada melanjutkan proses pendidikan yang pernah melahirkan kegemilangan peradaban Islam di masanya.
Allah ﷻ telah berfirman dalam Surat At-Tahrim [66] ayat 6:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٞ شِدَادٞ لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Ayat ini menyeru kepada orang-orang yang mengaku beriman kepada-Nya untuk menjaga dirinya dan kemudian menjaga keluarganya dari api neraka.
Menurut ‘Ali ibn Abi Thalib r.a., makna menjaga keluarga dari api neraka adalah dengan proses pendidikan agar tertanamnya adab dan ilmu dalam diri keluarga.
Tanggung jawab ini dibebankan kepada orang-orang beriman, Ayah dan Bunda.
Suka tidak suka, di saat Allah ﷻ telah menitipkan amanah anak, maka pada saat itu, Ayah Bunda, dinobatkan sebagai pendidik.
Pendidik itu bukan saja digugu, namun juga ditiru. Persoalannya adalah, proses peniruan ini boleh jadi lebih efektif daripada proses pengguguan.
Menurut Syed Muhammad Naquib al-Attas, adab bermakna mendisiplinkan pikiran dan jiwa. Adab terlahir sebagai buah dari kelengkapan sifat-sifat baik dalam pikiran dan jiwa. Sebuah kedisiplinan untuk melakukan yang benar dan meluruskan kesalahan.
Proses penanaman adab inilah esensi pendidikan dalam pandangan hidup Islam (Islamic Worldview) sehingga menargetkan lahirnya manusia beradab (a good man), bukan sekadar warga negara baik (a good citizen).
Warga negara baik belum tentu lahir dari manusia baik, namun manusia baik akan selalu ingin menjadi warga negara yang baik.
Di dalam bahasa Arab, pendidikan itu sendiri terkadang menggunakan diksi ta’lim, tadris, tadrib, atau tarbiyah. Namun al-Attas meyakinkan murid-muridnya bahwa ada diksi yang lebih komprehensif dan mencakup seluruh diksi pendidikan yang ada, yakni ta’dib.
Diksi ini terpilih sebagaimana sudut pandang pendidikan sebagai proses secara bertahap untuk menanamkan adab ke dalam jiwa manusia.
Ayah Bunda yang belum siap menjadi pendidik di saat amanah telah dibebankan, tidak punya pilihan lain kecuali segera mempersiapkannya.
Seorang pendidik selalu bekerja menanamkan adab dalam jiwa manusia dan karenanya ia dipanggil sebagai muaddib. Seorang muaddib adalah juga sosok mu’allim, mudarris, mudarrib, dan murabbi.
(Bersambung)
Baca Juga: Wahai Ayah Bunda Engkau Muaddib (Bag. 3)
Wallahu a’lam bish showab.
[ind/majelismanis]