ChanelMuslim.com – Mendidik Anak ala Positive Parenting, Oleh : Sukmadiarti Perangin-angin, M.Psi., Psikolog
Parenting adalah ilmu tentang pendidikan dan pengasuhan anak. Ilmu yang sangat berharga dan dibutuhkan oleh orang tua atau calon orang tua sebagai bekal dalam mengasuh buah hati.
Faktanya, di negeri kita, ilmu parenting ini masih minim sekali bahkan mungkin tidak kita dapatkan sebagai bekal menjadi orang tua atau calon orang tua.
Akhirnya, orang tua mengasuh anaknya secara otodidak.
Kebanyakan belajar dari pengamatan terhadap pola asuh orang tua kita sebelumnya.
Bila orang tua dahulu mengasuh dengan pola yang keras, maka sedikit banyak pola asuh itu pun akan ikut mempengaruhi cara mengasuh orang tua di masa kini.
Baca Juga: Begini Cara Mendidik Anak di Zaman Modern Menurut Astri Ivo
Mendidik Anak ala Positive Parenting
Alhamdulillah saat ini mulai banyak tokoh yang membahas dan memfasilitasi pembelajaran parenting ini. Baik melalui buku, seminar, media sosial, dan kulwapp.
Investasi ilmu adalah investasi berharga yang juga orang tua butuhkan dalam keluarga. Karena anak adalah harta paling berharga bagi orang tua maka menginvestasikan waktu dan ilmu untuk optimalisasi tumbuh kembang anak menjadi hal yang penting diperhatikan.
Positive parenting adalah salah satu cara yang bisa orang tua terapkan dalam mendidik dan mengasuh buah hati.
Positive parenting artinya mendidik dan mengasuh anak dengan cara-cara yang positif.
Positif adalah lawan dari negatif.
Saat orang tua mendapati kondisi anak yang di luar harapan orang tua, umumnya respon yang diberikan pada anak adalah negatif.
Orang tua umumnya menanggapi perilaku anak yang “negatif” dengan amarah, cubitan, hukuman, label negatif, omelan, dan sejenisnya.
Positive parenting mendorong orang tua untuk bisa merespon berbagai perilaku anak, termasuk yang “negatif” dengan cara yang positif.
Mengapa?
Pertama, karena negatif dalam pikiran orang tua belum tentu negatif bagi anak.
Anak-anak belum sepenuhnya bisa memahami makna dari perilakunya. Terkadang mereka melakukannya karena melihat teman, tayangan televisi atau youtube, media sosial, dan sejenisnya.
Awalnya anak melakukannya karena meniru sekelilingnya. Karena fase pembelajarannya berada pada tahap meniru.
“Jadi pada awalnya ia berbuat karena meniru.”
Tugas orang tua, guru, dan masyarakatlah kemudian untuk meluruskan mana kala melihat ada perilaku anak yang “salah atau negatif” dari sisi moral atau agama.
Meluruskan bukan memarahi. Beda ya.
Contoh kasus:
Saat melihat ada anak mengejek-ejek temannya atau berkata tidak sopan misal “bodoh kamu” pada temannya.
Bagaimana respon kita seharusnya sebagai orang dewasa?
Jika perilaku negatif direspon dengan negatif maka akan sulit menemui titik temu.
Seperti magnet, bila kutub negatif bertemu negatif maka akan membal. Tidak bisa menyatu. Tetapi saat kutub negatif bertemu positif maka akan saling menyatu.
Begitu pula kiranya dalam pengasuhan anak. Ketika mendapati perilaku anak yang “negatif” maka berikan respon yang positif untuk meluruskannya
Jika orang tua memberikan respon yang negatif, anak akan bingung, karena ia merasa dimarahi/dihukum tanpa sebab. Karena anak belum paham bahwa ia melakukan hal yang salah di mata orang dewasa.
Yang terjadi justru anak bisa ikut marah, berontak bahkan melawan.
Solusinya:
Ketika menegur anak, beri pemahaman pula tentang makna perilakunya itu baik atau buruk secara moral dan agama. Atau bisa dengan mengajaknya berdiskusi.
Misal: Adik, kalau teman adik bilang adik bodoh, adik senang nggak?
Adik suka nggak kalau adik diejek-ejek teman di sekolah?
Kira-kira bagaimana perasaan teman yang diejek itu, senang atau sedih saat diejek?
Adik mengejek teman itu tidak baik. Karena akan membuat teman menjadi sedih dan tidak senang pada Adik. Selain itu, agama juga melarang kita untuk memanggil saudara kita dengan panggilan yang buruk. Kita dianjurkan untuk saling menyayangi sesama teman. Karena kita semua adalah saudara.
Kedua, Kemampuan berpikir anak sedang berkembang. Golden Age.
Bila yang diterima anak lebih banyak perkataan atau respon negatif dari sekelilingnya maka kreativitas dan kemampuan berpikir anak akan terganggu.
Sedikit-dikit disalahkan, dimarahi, dihukum, disakiti.
Akhirnya anak jadi takut atau malas untuk mencoba dan berbuat lebih.
Solusinya:
Berikan anak kepercayaan dan kesempatan untuk mencoba berbagai hal.
Tetapi tetap dalam pengawasan dan batasan dari orang tua.
Ketiga, Orang Tua Akan Semakin Happy
Kebayang nggak sih kalau tiap hari Ibu merasa tertekan dengan tingkah polah anak yang beraneka rupa. Marah-marah, kesal, dan selalu mengeluh tentang anak. Bisa-bisa ibu cepat tua dong.
Untuk itu, pikiran orang tua harus selalu bahagia saat mendampingi ananda. Agar tidak mudah terpancing emosi dalam merespon berbagai perilaku ananda.
Saat orang tua bahagia maka akan lebih tenang dan bijak dalam merespon perilaku anak.
Anak bukanlah sumber masalah, melainkan anugerah dari Sang Pencipta. Tidak semua pasangan mendapatkan anugerah ini.
Orang tua harus bersyukur dan bersungguh-sungguh menjaga amanah anak dari Allah, karena anak adalah titipan Ilahi.
Untuk itu, orang tua harus bahagia dengan kehadiran ananda dan berusaha untuk selalu membahagiakan mereka dalam proses tumbuh kembangnya hingga dewasa kelak.
Dan berusaha untuk selalu melihat sisi positif pada diri anak.
Keempat, Anak adalah Fitrah
Setiap anak terlahir suci dan membawa potensi unggul dari Sang Pencipta.
Walaupun misal fisiknya “tidak sempurna” dalam pandangan manusia karena cacat dan sejenisnya, di sisi Allah semua tercipta dengan potensi unggulnya masing-masing.
Orang tua lah yang kemudian bertugas untuk membentuk, memoles, dan mengarahkan agar potensi unggul tersebut bisa muncul dan berkembang menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi diri anak, keluarga, masyarakat dan agama.
Ada anak yang memiliki keterbatasan fisik, tapi bisa tumbuh dengan prestasi. Ada yang menjadi atlet, seniman, penulis buku, motivator, dll.
Tapi, ada pula anak yang secara fisik sempurna, tapi kemudian menoreh luka bagi orang tua, keluarga dan agama. Karena narkoba, seks bebas, bullying, dan lainnya.
Apa yang membedakannya?
Salah satunya adalah pola pendidikan dan pengasuhan dari orang tua. Orang tua yang menyadari fitrah unggul setiap anak akan mampu menggali, menemukan, dan memfasilitasi tumbuh kembang anak agar semakin optimal sehingga dapat menjadi anak yang membanggakan di dunia dan akhirat.
Tentu untuk bisa melihat potensi unggul sang anak, orang tua harus sering membersamai ananda dalam proses tumbuh kembangnya.
Dengan sering berinteraksi dengan anak, orang tua akan dapat melihat dan mengetahui apa kelebihan dan kekurangan ananda. Dengan demikian, orang tua bisa melakukan langkah-langkah untuk meminimalisasi kekurangan dan mengoptimalkan kelebihan ananda.
Bila orang tua jarang berinteraksi dan bermain bersama anak tentu akan kesulitan mengetahui potensi unggul yang ada pada diri ananda.
Menjadi orang tua bukanlah persoalan yang mudah. Butuh kesungguhan pula dari dalam diri orang tua.
Karena pendidikan anak tidak bisa instan. Ia butuh proses dari waktu ke waktu yang harus orang tua dampingi sejak dini agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal hingga kelak menjadi bintang yang cemerlang di masanya kelak.
Salah satu caranya adalah dengan menerapkan positive parenting seperti pemaparan di atas.[ind]