ChanelMuslim.com – Nabi Muhammad di masa remajanya usia 12 tahun, merengek kepada Abu Thalib untuk ikut melakukan perjalanan dagang ke Bushrah.
Awalnya, Abu Thalib memikirkan resiko yang akan terjadi jika Muhammad ikut dengannya, mengingat jarak yang ditempuh sangatlah jauh. Namun, ia memutuskan untuk mengajak Muhammad saat itu sebagai upaya mendidiknya.
Perdagangan adalah tulang punggung masyarakat Mekkah. Muhammad sejak kecil diajarkan pilar utama ekonomi masyarakatnya saat itu. Ini adalah bentuk pendidikan yang diajarkan Abu Thalib untuk bisa berkembang di masyarakat.
Baca Juga: Pengaruh Abdul Muthalib Membentuk Karakter Muhammad
Abu Thalib Membangun Kemandirian Ekonomi Pada Muhammad
Kemandirian ekonomi ini menjadi modal penting sebelum nantinya seseorang mengemban urusan besar untuk mencapi target-target besar.
Dalam hal Muhammad, nantinya ia akan menjadi seseorang pengemban amanah risalah untuk seluruh umat manusia, oleh karena itu urusan kemandirian ekonomi ini sudah harus tuntas sebelumnya.
Sebagaimana para Rasul yang lain, juga telah melakukan kemandirian ekonomi dengan mendapatkan upah dari menggembala domba.
Muhammad berpikir untuk ikut melakukan perjalanan dagang awal mulanya untuk membantu meringankan beban pamannya namun di kemudian hari ia dari sanalah beliau mendapatkan skill dagang yang dibutuhkan ditengah masyarakatnya.
Pada usia 25 tahun, Abu Thalib ingin mengarahkan Muhammad untuk bisa memiliki modal sendiri karena selama ini Muhammad berdagang dengan membawa barang dagangan keluarganya.
Muhammad sejak lama telah dikenal dengan sifatnya yang dapat dipercaya, sehingga Khadijah menawarkan barang dagangnya untuk dibawa oleh Muhammad.
Ini pertama kalinya bagi Muhammad melakukan perjalanan dagang dengan membawa barang dagangan yang bukan milik keluarganya yaitu milik Khadijah.
Upah yang diterima Muhammad dari Khadijah sangat besar, karena Abu Thalib juga ikut campur tangan dalam hal tawar menawar upah ini, dan ia meminta harga lebih untuk Muhammad.
Ini menunjukkan bahwa hubungan Muhammad dan Khadijah awal mulanya adalah hubungan pragmantis perdagangan, dan ini sangatlah wajar terjadi di masyarakat Mekkah saat itu.
Kemandirian ekonomi ini nantinya akan menguatkan integritas Nabi Muhammad sebagai juru dakwah pengemban risalah besar.
Maka sangat tidak patut diterima jika saat ini kita menyaksikan banyak juru dakwah yang jelas masih berpangku tangan secara ekonomi kepada orang lain, atau dalam arti lain ia mengemis harta atas nama dakwah. [Ln]