ChanelMuslim.com- Meski pemilu masih dua tahun lagi, tapi bursa calon pemimpin bangsa sudah mulai ramai. Ada yang terang-terangan, tidak sedikit juga yang malu-malu.
Bisa dibilang, inilah masa di mana pencitraan menjadi begitu marak. Persis seperti jamur di masa musim penghujan.
Berbagai trik dan cara mereka lakukan. Mulai dari baliho, spanduk, poster, sandiwara elektabilitas, rekayasa media massa, dan lainnya.
Selama ini, jualan elektabilitas menjadi trik yang biasa dilakukan. Buat calon yang punya duit banyak, trik ini selalu menjadi pilihan.
Namun, buat yang belum terang-terangan, cara lain juga masih terbuka lebar. Antara lain, rekayasa media massa.
Biasanya cara ini dilakukan dengan mengerahkan tim yang berhubungan dengan dunia informasi. Melalui cara ini, publik “dijejali” dengan berbagai informasi tentang sosok tersebut. Tentunya, informasi yang menguntungkan.
Cara yang tergolong “ekonomis” adalah dengan melalui “hujan rilis” ke berbagai media. Plus, olahan media sosial yang murah tapi menarik perhatian pasar.
Bagi yang sponsornya tajir, rekayasa media bisa menyedot biaya yang sangat luar biasa. Selain melalui media sosial yang tergolong profesional, mereka selalu mengkondisikan agar kamera media tertuju kepadanya.
Begitulah “pentas drama” kepemimpinan nasional di era reformasi selama ini. Sayangnya, ujung kepemimpinan belum bisa memuaskan hati rakyat.
Satu hal yang belum dijadikan tolok ukur siapa calon pemimpin yang tepat. Yaitu, semacam uji kompetensi. Sejauh mana para calon pemimpin memang benar-benar layak mampu memikirkan nasib ratusan juta rakyat Indonesia nantinya.
Jadi, siapa pun calonnya, jangan dilihat dari elektabilitasnya karena hal itu semu. Jangan juga dilihat dari daya pikatnya di media massa, karena itu rekayasa. Tapi lihatlah kemampuan argumentasinya ketika diuji publik.
Tentu bukan argumentasi yang sudah disiapkan bahan-bahannya seperti yang selama ini terjadi. Tapi argumentasi orisinil yang keluar dari isi akal pikirannya.
Saatnya Indonesia memiliki pemimpin yang cerdas, yang akalnya lebih besar dari baliho dan pencitraannya. [Mh]