ChanelMuslim.com – Izin bertanya Ustaz, apakah ada doa khusus memasuki bulan Rajab? Jazakallah khayron katsiro. Oni, California.
Ustaz Farid Nu’man Hasan menjawab mengenai doa memasuki bulan Rajab menurut para ulama yaitu sebagai berikut.
Tidak ada yang shahih dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tentang hal itu.
Hanya saja, dalam kitab Latha’if Al Ma’arif (Hlm. 155, Penerbit Dar Ibn al Jauzi, Kairo), Imam Ibnu Rajab al Hambali Rahimahullah, menyebutkan tentang sebuah hadits yang menyebutkan doa yang dibaca saat memasuki bulan Rajab, yaitu:
Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berdoa saat memasuki bulan Rajab:
اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي رَجَبٍ وَشَعْبَانَ، وَبَلِّغْنَا رَمَضَانَ
Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, dan sampaikanlah kami kepada Ramadhan.
(HR. Ath Thabarani, Al Awsath, no. 3939. Al Baihaqi, Syu’ab al Iman no. 3534)
Namun, hadits ini dinyatakan dha’if (lemah), oleh para imam pakar hadits seperti:
– Imam an Nawawi (Al Adzkar, hal. 170),
– Imam al Munawi (Faidhul Qadir, jilid. 6, hal. 465),
– Syaikh Syuaib al Arnauth (Tahqiq Musnad Ahmad, jilid. 4, hal. 180)
– dan lainnya, termasuk didha’ifkan pula oleh Imam Ibnu Rajab sendiri.
Baca Juga: 10 Alasan Bulan Rajab Istimewa
Doa Memasuki Bulan Rajab Menurut Para Ulama
Mungkin, sebagian manusia bertanya kenapa hadits dha’if dipakai juga oleh para ulama?
Ternyata, umumnya ulama memang tidak mempermasalahkan hadits dha’if jika bertemakan fadhailul a’mal, yaitu tentang akhlak, anjuran amal shalih, doa, dan semisal ini. Selama bukan untuk dasar aqidah dan halal haram.
Imam an Nawawi Rahimahullah mengatakan:
قَدَّمْنَا اتِّفَاقَ الْعُلَمَاءِ عَلَى الْعَمَلِ بِالْحَدِيثِ الضَّعِيفِ فِي فَضَائِلِ الْأَعْمَالِ دُونَ الْحَلَالِ وَالْحَرَامِ
Kami telah sampaikan kesepakatan ulama tentang bolehnya beramal dengan hadits dhaif dalam fadhailul a’mal, selain urusan halal haram.
(Al Majmu’ Syarh al Muhadzdzab, jilid. 3, hlm. 248)
Imam al Hathab al Maliki Rahimahullah mengatakan:
اتَّفَقَ الْعُلَمَاءُ عَلَى جَوَازِ الْعَمَلِ بِالْحَدِيثِ الضَّعِيفِ فِي فَضَائِلِ الْأَعْمَالِ
Para ulama telah sepakat bolehnya mengamalkan hadits dhaif dalam perkara fadhailul a’mal.
(Mawahib al Jalil, jilid. 1, hlm. 17)
Sebagian kecil ulama ada yang tetap menolak hadits dha’if dijadikan dasar fadhailul a’mal, seperti Imam Ibnu Hazm, Imam Ibnul ‘Arabi, Syaiky Ahmad Syakir, Syaikh al Albani, dll.
Ada pun hadits di atas oleh Imam Ibnu Rajab Rahimahullah disebutkan sebagai DALIL, padahal dia juga menyebut kelemahannya. Beliau berkata:
فَإِنَّ هَذَا الْإِسْنَادَ فِيهِ ضَعْفٌ وَفِي هَذَا الْحَدِيثِ دَلِيلٌ عَلَى اسْتِحْبَابِ الدُّعَاءِ بِالْبَقَاءِ إِلَى الْأَزْمَانِ الْفَاضِلَةِ لِإِدْرَاكِ الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ فِيهَا فَإِنَّ الْمُؤْمِنَ لَا يَزِيدُهُ عُمُرُهُ إِلَّا خَيْرًا وَخَيْرَ النَّاسِ مَنْ طَالَ عُمْرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ
“Pada isnad hadits ini ada kelemahan, dan hadits ini terdapat DALIL bahwa hal yang disukai (sunnah) berdoa menjelang momen-momen yang yang memiliki keutamaan agar bisa mengisinya dengan amal shalih di dalamnya, dan seorang mukmin tidaklah bertambah usianya kecuali dengan berbuat baik, dan manusia terbaik adalah yang panjang usianya dan amalnya semakin baik.”
(Latha’if Al Ma’arif, hlm. 155)
Namun demikian, pembolehan pemakaian hadits dha’if untuk fadhailul a’mal terikat oleh syarat, yaitu:
شَرْطُ الْعَمَلِ بِالْحَدِيثِ الضَّعِيفِ فِي فَضَائِلِ الْأَعْمَالِ أَنْ لَا يَكُونَ شَدِيدَ الضَّعْفِ، وَأَنْ يَدْخُلَ تَحْتَ أَصْلٍ عَامٍّ، وَأَنْ لَا يَعْتَقِدَ سُنِّيَّتَهُ بِذَلِكَ الْحَدِيثِ
Syarat mengamalkan hadits dhaif dalam urusan fadhailul a’mal, adalah:
– kedhaifannya tidak terlalu
– kandungannya masih sesuai cakupan umum prinsip Islam
– tidak meyakini kesunahannya (dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam ) pada hadits itu.
(Imam Khathib asy Syarbini, Mughni Muhtaj, jilid. 1, hlm. 194)
Kesimpulannya, tidak mengapa menurut mayoritas ulama berdoa dengan doa di atas untuk menyambut Rajab, Sya’ban, dan Ramadan, walau itu hadits dha’if, dengan syarat: tidak meyakininya sebagai dari sunnah.
Di sisi lain hadits tersebut juga bagus isinya dan bukan hadits palsu atau kedha’ifan yang sangat.
Demikian. Wallahu a’lam.[ind]