ChanelMuslim.com – Kesusahan dalam Pernikahan Jalan Menuju Berkah
Ajal, jodoh, dan rezeki telah Allah tentukan semenjak seseorang berada dalam kandungan ibu berusia 4 bulan. Itu artinya kehidupan kita saat ini telah Allah tentukan, meskipun kita tidak mengetahui ukuran tiga hal yang telah ditetapkan itu.
Yang menjadi tugas utama kita adalah berusaha semaksimal mungkin dan menerima segala ketentuan Allah walau harus bersusah payah dan berderai air mata, karena disitulah makna iman yang selama ini kita yakini.
Terutama dalam hal jodoh, saat kita memasuki dunia pernikahan maka kita harus siap dengan hidup susah. Di dalam realita pernikahan bukan kebahagiaan saja yang akan kita dapatkan, rintangan yang menguras tenaga, pikiran, dan perasaan akan juga kita lalui.
Baca Juga: Pernikahan Rasulullah dan Aisyah (Bagian 1)
Kesusahan dalam Pernikahan Jalan Menuju Berkah
Dua kondisi dalam pernikahan yaitu bahagia dan susah sudah pasti akan ada di kehidupan pernikahan dan inilah yang akan mengarahkan pada tujuan sakinah mawaaddah dan warahamah.
Sebagaimana disampaikan oleh Bunda Neno Warisman dalam Dauroh Ilmu Nikah 3 yang diadakan oleh Komunitas Dukung Sahabat Menikah, bahwa dengan kita tahu kondisi susah maka kita akan mengenal kebahagiaan. Kita bisa mengambil teladan pada kisah-kisah pernikahan generasi salafu shalih.
Yang pertama ada Fatimah az-Zahrah, istri Ali bin Abi Thalib, pernah mengeluhkan kondisi rumah tangganya kepada ayahnya, Rasulullah saw, bahwa ia lelah harus menggiling gandum setiap hari yang membuat tangannya lecet. Padahal, Fatimah dinobatkan menjadi penghulunya wanita surga.
Yang kedua, kisah Hajar istri Nabi Ibrahim, harus merasakan kesusahan yang sangat pilu ketika Nabi Ibrahim harus mengirimnya dan meninggalkannya di padang pasir yang tandus dan kering dan hanya ditemani anak bayinya, Ismail, yang kelak menjadi seorang Nabi pula.
Di balik kesusahan itu, padang pasir yang tandus di kemudian hari bisa menjadi tempat berkumpulnya milyaran manusia dari berbagai negeri untuk beribadah kepada Allah. Dan ini tentunya bermula dari pengorbanan seorang wanita, juga seorang istri sekaligus ibu.
Dan yang ketiga, kisah Asiyah, istri Fir’aun, suaminya seorang pemimpin yang kejam dan otoriter, suka membunuh bayi laki-laki demi jabatannya. Asiyah diuji dengan kedurhakaan suaminya ini, namun imannya sendiri masih menancap dalam di sanubari.
Kemudian Bunda Neno Warisman menyimpulkan “Ketika kita menyakini bahwa, jodoh, pertemuan, perpisahan merupakan takdir dan rizki yang Allah berikan, kita tidak memiliki hal lain kecuali kita bersyukur. Karena dengan bersyukur Allah akan membuka jalan pada keberkahan.” [Ln]