PERNIKAHAN Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan ‘Aisyah. Ustaz, apa benar hadits yang menyebut bahwa ‘Aisyah menikah usia enam tahun adalah dhaif? Padahal itu diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, saya baca artikel yang mengatakan itu.
Penulisnya bilang ada beberapa alasan: – karena semua hadits dalam sanadnya ada Hisyam bin ‘Urwah, seorang yang terpercaya tapi ketika di Iraq hadits darinya tidak lagi bisa dipercaya, dan hadits pernikahan tersebut termasuk yang dia riwayatkan setelah tinggal di Iraq.
– Katanya juga, Imam Bukhari dan Imam Muslim telah menggampangkan masalah ini karena menurut mereka ini bukan masalah hukum halal haram jadi tidak apa-apa sanadnya dikendorkan, sehingga Hisyam bin’Urwah pun diambil riwayatnya.
– Lalu, sepertinya si penulis menyalahkan kedua imam ini, katanya riwayat nabi menikahi ‘Aisyah di usia enam tahun adalah fitnah yang keji terhadap nabi dan tidak rasional.
– Penulisnya menyebut inilah sebab orientalis barat menyerang kepribadian nabi pada abad ini dengan menyebut nabi Pedofilia. Jadi sebenarnya bagaimana? (Hamba Allah)
Baca Juga: Kisah Rasulullah Menikah dengan Aisyah ra.
Pernikahan Rasulullah dan Aisyah (Bagian 1)
Jawaban Ustaz Farid Nu’man Hasan sebagai berikut.
Ada satu hakikat yang tidak boleh dilupakan oleh siapa pun dalam mendiskusikan masalah ini, yaitu perbedaan pendapat para pakar tentang berapakah usia ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha ketika menikah dengan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bukanlah perbedaan dalam perkara aqidah yang pokok, dasar-dasar agama, dan bukan pula domain untuk mengeluarkan seseorang dari Islam.
Bukan hanya masalah ini, para imam pun tidak ada kata sepakat dan final dalam memastikan kapan tanggal, bulan, dan tahun pasti tentang kelahiran Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, walau di sisi lain mereka sepakat lahirnya pada hari Senin dan di tahun Gajah.
Mereka juga tidak ada kata sepakat tentang kapan peristiwa Isra Mi’raj terjadi secara pasti, dan sebagainya.
Oleh karenanya, perbedaan seperti ini –bukan hanya jangan menimbulkan fitnah saling mengkafirkan- tetapi jangan sampai menodai kehormatan para imam yang memiliki pendapat lain terhadap lainnya.
Sangat tidak pantas jika generasi kemudian menyalahkan amirul mu’minin fil hadits, Al Imam Al Bukhari dan Al Imam Muslim, dua imam hadits yang karya mereka berdua (Shahih Bukhari dan Shahih Muslim) diakui kitab paling shahih setelah Al Quran, dengan menuduh mereka sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas fitnah kaum kafirin masa modern karena telah meriwayatkan kisah pernikahan tersebut.
Kaum kuffar memfitnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai pengidap Pedofilia (seorang yang orientasi seksualnya kepada anak-anak), hanya karena Beliau menikahi ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha saat masih enam tahun (atau tujuh tahun)!
Tegas kami katakan, ada atau tidak ada riwayat tersebut, ada atau tidak ada kisah-kisah lainnya yang dianggap kontroversi, bukankah memang mereka selalu memfitnah kaum muslimin dan nabinya sepanjang zaman?
Bukankah memang sejak awal fajar Islam mereka menuding Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan segala macam fitnah?
Janganlah karena ingin meredakan fitnah mereka, akhirnya kita berapologi dengan bermuka manis untuk mereka, sambil basa basi ikut-ikutan menyalahkan Imam Bukhari dan Imam Muslim, serta imam-imam muhadditsin lainnya yang menshahihkan hadits itu?
Seandainya hadits tentang ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha menikah di usia enam tahun adalah dhaif bahkan palsu, apakah kaum kuffar akan berhenti memfitnah Islam dan kaum muslimin? Bahagiakah mereka? Puaskah?
Tidak, Karena kebencian terhadap risalah Islam sudah mendarah daging dan beragam upaya mereka lakukan untuk memadamkan cahaya agama Allah ini.
Tudingan bahwa riwayat tersebut tidak rasional, lalu dengannya juga menjadi sebab penolakannya, maka sudah berapa banyak rasio manusia menjadi tolok ukur keautentikan sebuah hadits?
Haruskah hadits itu dicocokkan dulu dengan akal dan tradisi, barulah shahih, kalau tidak cocok maka tidak shahih?
Terburu-buru menolak hadits shahih, yang telah diyakini sedemikian panjang para imam dari zaman ke zaman, hanya karena bertentangan dengan akal dan tradisi manusia zaman sekarang, adalah perbuatan yang melampaui batas.
Apalagi sampai menuduh pihak lain dengan sebutan taklid, bodoh, dan ..?[ind]
(bersambung)