ChanelMuslim.com – Penjelasan hadits mengenai pernikahan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan Aisyah ini ditulis oleh Ustaz Farid Nu’man Hasan.
Siapa Hisyam bin ‘Urwah Radhiallahu ‘Anhu?
Beliau adalah Hisyam bin ‘Urwah bin Az Zubeir bin ‘Awwam bin Khuwalid bin Asad bin Abdul ‘Uzza bin Qushay bin Kilaab. Ibunya berasal dari Khurasan, yakni Shaafiyah.
Kun-yah beliau adalah Abu Al Mundzir, ada juga yang mengatakan Abu Bakar Al Qursyi Al Madini. ‘Amru bin ‘Ali berkata: Hisyam bin ‘Urwah dilahirkan pada tahun 61 H. ‘Amru bin ‘Ali juga berkata:
dari Abdullah bin Daud: Aku mendengar Hisyam berkata: Aku seusia dengan Umar bin Abdul Aziz. Beliau juga berkata: aku mendengar Waki’ berkata: Aku mendengar Hisyam berkata:
Aku pernah berjumpa dengan Abdullah bin Jabir dan Abdullah bin Umar, masing-masing keduanya memiliki ilmu yang melimpah.
Abu Hatim berkata: Dia adalah imam yang tsiqah (terpercaya) dalam hadits. Yahya bin Ma’in mengatakan: Beliau wafat di Baghdad pada tahun 146 H.
(Diterangkan oleh Imam Abul Walid Sulaiman Khalaf Al Baji, At Ta’dil wat Tajrih, 3/1333, No. 1398) Abu Nu’aim mengatakan bahwa Hisyam wafat 145 H, Adz Dzuhli dan Ibnu Abi Syaibah juga menyebutkan seperti Abu Nu’aim. Yahya bin Bakir menyebut 146 H. Sementara ‘Amru bin ‘Ali menyebutkannya wafat 147 H.
(Lihat Rijaal Shahih Al Bukhari, 2/770) Al ‘Ijli dan Ibnu Sa’ad mengatakan, bahwa Hisyam adalah seorang yang tsiqah. Ibnu Sa’ad menambahkan bahwa hadits dari Hisyam banyak, kuat dan hujjah.
Sedangkan Ya’qub bin Syaibah mengatakan Hisyam adalah orang yang tsiqah tidak ada yang diingkari darinya kecuali riwayat setelah dia pergi ke Iraq.
Abdurrahman bin Kharrasy mengatakan bahwa Malik tidak menyukai riwayat Hisyam yang berasal dari penduduk Iraq. Yahya bin Ma’in dan jama’ah mengatakan tsiqah.
Ali bin Al Madini mengatakan dia memiliki 400 hadits. Adz Dzahabi sendiri menyebut lebih dari 1000 hadits. Banyak manusia yang mengambil hadits darinya seperti Syu’bah, Sufyan Ats Tsauri, Malik, dan banyak lagi.
(Imam Adz Dzahabi, Siyar A’lamin Nubala, 6/45-47, Al Hafizh Ibnu Hajar, Tahdzibut Tahdzib, 11/45. Al ‘Ijli, Ma’rifah Ats Tsiqaat, No. 1906).
Al Hafizh Ibnu Hajar menyebutnya sebagai orang yang tsiqah dan faqih, hanya saja barangkali dia melakukan tadlis.
(Al Hafizh Ibnu Hajar, Taqribut Tahdzib, No. 7302)
Baca Juga: Pernikahan Rasulullah dan Aisyah (Bagian 1)
Pernikahan Rasulullah dan Aisyah (Bagian 3)
Beliau dituduh mengalami kekacauan hapalan pada akhir hayatnya, khususnya ketika di pindah ke Iraq, namun hal itu telah dikomentari oleh Imam Adz Dzahabi –dalam Mizanul I’tidal– sebagai berikut:
“Dia adalah salah satu tokoh besar (Al A’laam), hujjah lagi imam, tetapi di usia tuanya hapalannya berkurang, namun selamanya tidak pernah mengalami kekacauan!
Jangan hiraukan apa yang dikatakan Abul Hasan bin Al Qahththan yang menyebutkan bahwa Beliau dan Suhail bin Abu Shalih hapalannya menjadi kacau dan berubah.
Betul! Seseorang akan mengalami perubahan sedikit pada hapalannya, dan tidak lagi sama sebagaimana ketika dia masih muda, maka wajar dia lupa pada sebagian hapalannya atau mengalami wahm (ragu), dan itu apa salahnya!
Apakah dia ma’shum (terjaga) dari lupa? Ketika Beliau datang ke Iraq di akhir hidupnya, dia banyak sekali membawa ilmu ke sana, bersamaan dengan itu dia juga membawa sedikit hadits-hadits yang tidak bagus,
hal seperti ini juga dialami oleh para imam besar terpercaya seperti Malik, Syu’bah, dan Waki’, maka tinggalkanlah olehmu menikam para imam yang mengalami itu dengan menyebut mereka sebagai orang-orang dhaif dan kacau, dan Hisyam adalah seorang Syaikhul Islam.”
(Mizanul I’tidal, 4/302. Lihat juga Imam Ibrahim bin Muhammad bin Khalil Ath Tharablusi, Al Ightibath Lima’rifati Man Ramaa bil Ikhtilath, Hlm. 68, No. 98)
Imam Adz Dzahabi juga membela Hisyam bin ‘Urwah dalam kitabnya yang lain, katanya: “Aku berkata: secara mutlak dia adalah seorang yang terpercaya,
jangan hiraukan apa yang dikatakan oleh Al Hafizh Abul Hasan bin Al Qaththan bahwa dia (Hisyam) dan Suhail bin Abu Shalih hapalannya menjadi kacau dan berubah.
Sebab seorang yang haafizh dia akan berkurang hapalannya ketika usia tuanya serta terbatas kecerdasannya.
Keadaannya ketika sudah tua tidak akan sama dengan ketika masih muda. Tidak ada seorang pun yang terjaga dari lupa, dan tidak pula perubahan itu membawa mudharat.
Yang membawa mudharat itu jika dia mengalami kekacauan (ikhtilath) dalam hapalannya, sedangkan Hisyam sedikit pun tidak mengalaminya.
Maka, ucapan Ibnul Qaththan bahwa Hisyam telah kacau hapalannya adalah ucapan yang tertolak dan buruk.
Saya melihat para imam besar pun mengalami kesalahan dan wahm (ragu). Lihatlah Syu’bah, ketika sudah beruban dia pun mengalami ragu dalam hapalannya, begitu pula Al Auza’i, Ma’mar, dan juga Malik Rahmatullah ‘Alaihim.”
(Siyar A’lamin Nubala, 6/35-36) Pembelaan yang begitu bersemangat dari Imam Adz Dzahabi ini tentu menjadi koreksi atas pihak yang menciderai kedudukan Hisyam, khususnya penolakan mereka terhadap hadits Hisyam bin ‘Urwah Radhiallahu ‘Anhu ketika akhir hidupnya di Iraq.
Jadi, mayoritas imam menilainya tsiqah secara mutlak, kecuali menurut Imam Malik, Imam Ya’qub bin Syaibah, dan Imam Abul Hasan bin Al Qaththan, yang menyebutnya tsiqah-nya Hisyam adalah sebelum ke Iraq.
Benarkah hadits ini hanya dari Hisyam bin ‘Urwah? Adalah TIDAK BENAR hadits ini hanya bersumber dari Hisyam bin ‘Urwah, dari ayahnya, dan dari ‘Aisyah.[ind]
(bersambung)