Chanelmuslim.com– Khitbah (Melamar/Meminang) dan Pernak-Perniknya (Bag. 6)
Apa saja hal-hal yang perlu diperhatikan saat melakukan khitbah (meminang atau melamar) dalam Islam? Ikuti penjelasan dari Ustadz Farid Nu’man berikut.
7) Mencari Informasi Tentang Kepribadian
Ini bukan ghibah. Tidak masalah dilakukan untuk memperteguh dan memantapkan pernikahan. Sebab khitbah itu masih janji (Al Wa’du) untuk menciptakan ikatan (Al ‘Aqdu), bukan ikatan itu sendiri sehingga kemungkinan untuk lanjut dan batal masih terbuka. Hal ini bukan termasuk ghibah yang diharamkan, tapi ini adalah upaya taqwim yang dibolehkan.
Baca Juga: Khitbah dan Pernak-Perniknya (5)
Khitbah dan Pernak-Perniknya (6)
Hal ini pernah terjadi dan dialami seorang shahabiyah pada masa Nabi saw, yaitu Fathmah binti Qais Radhiallahu ‘Anha. Beliau menceritakan kepada Nabi saw, telah dilamar oleh dua laki-laki, Muawiyah bin Abi Sufyan Radhiallahu ‘Anhuma dan Abu Jahm Radhiallahu ‘Anhu.
Maka, Nabi saw memberikan keterangan:
“Ada pun Abu Jahm, dia tidak pernah meletakkan tongkatnya dari bahunya (maksudnya suka memukul), sedangkan Muawiyah orang susah tidak ada hartanya. Nikahlah kamu dengan Usamah bin Zaid.” Aku (Fathimah binti Qais) tidak menyukainya. Beliau bersabda: “Nikahlah kamu dengan Usamah.” Maka aku menikahinya, lalu Allah menjadikan banyak kebaikan padanya dan aku begitu bahagia. (HR. Muslim No. 1480)
8) Jarak Antara Khitbah dan Pernikahan
Tidak ada keterangan secara spesifik, baik Alquran dan As Sunnah, tentang ketentuan jarak antara khitbah dan pernikahan. Hal ini disesuaikan dengan kematangan, persiapan, masing-masing pihak, tanpa melupakan kepantasan yang berlaku di masyarakat (‘Urf). Kedua pihak bisa menyepakati sesuai kerelaan dan kesiapannya, bisa hitungan bulan, atau bahkan tahunan. Hanya saja mempercepat lebih baik, sebab penundaan sekian lama akan membuka peluang pintu maksiat. Biasanya mereka sudah saling mencintai, ada keinginan kuat untuk bertemu, dan rindu. Jika ini ditunda lama-lama, maka khawatir terjadi madharat.
Sebaiknya masa-masa jeda digunakan untuk memperbaiki diri, niat, skill rumah tangga, dan sebagainya, untuk kebaikan bersama. Tidak masalah membicarakan persiapan teknis pernikahan, yang penting tanpa khalwat.
9) Lamaran Dibatalkan
Lamaran bisa saja dibatalkan baik sebelumnya sudah diterima atau masih pikir-pikir. Baik oleh laki-laki pelamar atau wanita yang dilamar. Bisa saja setelah berlangsung lamaran salah satu dari mereka berpikir ulang untuk membatalkan setelah mendapatkan berita buruk yang valid tentang calonnya. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Fathimah binti Qais dalam point 7 di atas.
Ada pun jika pembatalannya tidak jelas alasannya, apalagi tiba-tiba dia tertarik dengan yang lebih kaya –misalnya- maka ini pembatalan yang tercela, walau dia punya hak untuk itu. Ini sama dengan membatalkan janji dengan alasan yang tidak benar, dan merupakan bentuk kemunafikan.
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah mengatakan:
Sesungguhnya khitbah itu baru semata-mata janji untuk pernikahan, dia bukan akad itu sendiri. Dan pembatalan adalah hak di antara orang-orang yang memiliki janji. Terhadap orang yang mengingkari janji, Islam tidak ada formulasi hukuman materil, sekalipun itu dianggap sebagai akhlak tercela dan mensifatkannya sebagai sifat orang-orang munafik, kecuali jika ada alasan yang benar yang membuat pantas tidak memenuhi janji.
Dalam hadits Shahih disebutkan, dari Rasulullah saw bahwa dia bersabda: “Ciri-ciri munafik ada tiga: jika bicara dia bohong, jika janji dia ingkari, dan jika diberi amanah dia khianat. (Fiqhus Sunnah, 2/31)
Bersambung …
(ind)