ChanelMuslim.com- Keindahan bulan sudah dimaklumi banyak orang. Tapi, kadang orang lupa bahwa keindahan bulan itu tidak setiap malam.
Fenomena benda-benda angkasa yang terlihat dari bumi tidak sekadar hal biasa. Banyak hal yang bisa dicermati dari fenomena itu.
Begitu pun tentang bulan. Salah satu benda angkasa yang sudah akrab dengan manusia itu juga memberikan pelajaran tersendiri.
Yaitu, tentang kemunculannya. Mulai dari awalnya, seperempatnya, pertengahannya, fullnya, dan begitu seterusnya hingga sang bulan tak lagi tampak.
Tentang awal kemunculannya, ada momen di mana bulan begitu dicermati. Begitu banyak teropong, mata dari para ahli, yang menilai apakah bulan sudah datang atau belum. Itulah momen di awal bulan Ramadan dan Syawal.
Pada wujud seperempatnya, bulan tampak seperti sabit. Fenomena ini dijadikan simbol umat Islam sebagai kebangkitan Islam.
Bulan pun menuju ke wujud setengahnya. Dan beberapa hari kemudian, ia tampil begitu percaya diri: full. Itulah bulan purnama. Begitu indah, begitu menyejukkan. Wajahnya begitu kontras dengan gelapnya malam.
Itulah putaran puncak bulan. Untuk selanjutnya, ia pun berangsur tampil seperti awalnya: setengah lingkaran, kembali sabit, dan akhirnya hilang dari gelapnya malam.
Seperti itu pula tentang diri kita. Kelahiran kita begitu dinanti banyak orang, setidaknya ayah dan ibu. Mereka begitu mencermati momen bersejarah itu.
Kita pun beranjak menjadi balita, remaja, dan kemudian pemuda dan pemudi. Di usia terakhir itulah, penampakan kita begitu full, tak ubahnya seperti bulan purnama. Semuanya serba perfect: wajah, rambut, badan, kaki, dan tangan. Begitu dengan akal dan pikiran.
Waktu pun terus bergulir. Dan setelah yang sempurna itu, tak ada lagi bentuk yang lebih sempurna. Hari-hari berikutnya adalah cerita tentang tua dan uzur. Semua tentang sempurna itu pun berangsur susut.
Seperti apa lagi kita setelah itu? Persis seperti bulan. Setelah itu, kita hilang dalam momen kematian. Satu hingga dua tahun mungkin orang masih mengingat kita. Tapi setelah itu, semua tentang kita mulai dilupakan orang.
Bulan hilang setelah menampakkan keindahannya yang begitu berkesan. Seperti itukah kita? Jangan-jangan tak ada kesan yang orang tangkap dari kita meskipun saat kita pada posisi full: purnama.
Kalau bulan tampak jelita di saat sabit, dan cantik di kala purnama; bagaimana dengan kita? Kesan apa yang telah kita ciptakan di saat momen purnama kita? Jangan-jangan, gelap sama sekali.
Mumpung momen purnama masih ada. Mumpung kesempatan untuk memberikan kesan masih tersedia; buatlah sebagus-bagusnya.
Suatu saat, orang masih tetap mengenang kita, meskipun kita sudah tidak ada. Yang mereka kenang bukan tentang fisik kita. Tapi tentang jasa kita yang masih tetap hidup bersama mereka. [Mh]