ChanelMuslim.com – Khalid mengumandangkan takbir “Allahu Akbar”, maka majulah seluruh barisan yang bersatu-padu menuju sasarannya, maju pula pengejar maut, Barra’ bin Malik.
Baca cerita sebelumnya: Al-Barra’ bin Malik: Tuhan Tidak Akan Menghalangiku Mati Syahid
Ia terus mengejar anak buah dan pengikut si pendusta Musailamah dengan pedangnya, hingga mereka berjatuhan laksana daun kering di musim gugur. Tentara Musailamah bukanlah tentara yang lemah dan sedikit jumlahnya, bahkan ia adalah tentara murtad yang paling berbahaya.
Baik bilangan maupun perlawanan serta perjuangan mati-matin prajurit, merupakan bahaya di atas semua bahaya.
Pengejar Maut, Barra’ bin Malik
Mereka menjawa serangan kaum Muslimin dengan perlawanan yang mencapai puncak kekerasannya sehingga hampi-hampir mereka mengambil alih kendali pertempuran dan merubah perlawanan mereka menjadi serangan balasan.
Waktu itulah kegelisahan terasa merembes ke dalam barisan Kaum Muslimin. Melihat situasi ini, para komandan dan pimpinan pasukan sambil terus bertempur berdiri di atas pelana, berseru dengan kalimat-kalimat yang membangkitkan semangat dan meneguhkan hati.
Barra’ bin Malik memiliki suara indah dan keras. Ia dipanggil oleh panglima Khalid, diminta untuk buka suara. Maka Barra’ pun menyerukan kata-kata yang penuh gemblengan semangat kepahlawanan, beralasan dan kuat.
“Wahai penduduk Madinah…! Tak ada Madinah bagi kalian sekarang. Yang ada hanya Allah dan surga!”
Ucapan itu menunjukkan jiwa pembicaranya, dan menjelaskan watak dan akhlaqnya. Benarlah, yang tinggal hanyalah Allah dan surga! Karena di dalam suasana dan tempat seperti ini tidaklah wajar ada fikiran-fikiran kepada yang lain walau kota Madinah, ibu kota Negara Islam, tempat rumah tangga, istri dan anak-anak mereka.
Sekarang tidak patut, mereka berfikir kesana! Sebab bila mereka sampai dikalahkan, maka tidak ada artinya kota Madinah lagi!
Kata-kata Barra’ meresep di benak kaum Muslimin. Mereka memperoleh kemajuan sebagai pendahuluan bagi suatu kemenangan yang gemilang. Dan kaum Musyrikin tersungkur ke jurang ke kalahan yang amat pahit. Pada saat itu Barra’ dan kawan-kawannya berjalan dengan bendera Muhammad dengan tujuan yang utama.
Orang-orang musyrik mundur dan melarikan diri ke belakang. Mereka berkumpul dan berlindung di suatu perkebunan besar yang mereka ambil sebagai benteng pertahanan.
Pertempuran menjadi reda, dan semangat Muslimin agak surut. Jika begini, dengan siasat yang dipakai anak buah serta tentara Musailamah bertahan di perkebunan, maka suasana peperangan akan berbalik dan berubah arah lagi.
Maka disaat yang genting itu, Barra’ naik ke suatu tempat yang tinggi, lalu berseru: “Wahau Kaum Muslimin, bawalah aku dan lempar ke tengah-tengah mereka di dalam kebun.”
Ia benar-benar telah membayangkan bahwa langkah ini adalah penutup yang terbaik bagi kehidupannya, dan bentuk yang terindah untuk kematiannya.
Sewaktu ia, dilemparkan ke dalam kebun itu nanti, maka ia segera membukakan pintu bagi kaum Muslimin, dan bersamanya itu pedang-pedang orang musyrikin akan melukai dan mengoyak-oyak tubuhnya, tetapi di waktu itu pula pintu-pintu surga akan terbuka lebar memperlihatkan kemewahan dan kenikmatannya. [Ln]
Bersambung …