ChanelMuslim.com – Kisah Umar bin Khattab mengubur anak perempuannya hidup-hidup di masa Jahiliyah banyak tersebar di berbagai tulisan hingga ceramah. Namun, benarkah Umar pernah melakukan hal tersebut? Adakah sumber induk riwayat yang menceritakan kisah tersebut?
Menurut Asep Sobari, Lc dalam podcast Sirah Community ia mengatakan “Kita perlu menimbang masalah ini secara ilmiah, sehingga kemudian kita setidaknya mendapat pegangan, benarkah hal tersebut terjadi?”
Pendiri Sirah Community Indonesia ini melanjutkan, “Di antara data anak-anak Umar yang dibunuh itu siapakah yang ia bunuh? Sedangkan Umar memiliki anak bernama Hafshah yang menurut riwayat adalah anak pertama.”
Saat Umar masuk Islam, Hafshah berusia 11 tahun. Artinya selama 11 tahun usia Hafshah, Umar dalam keadaan Jahiliyah.
Baca Juga: Umar bin Khattab Menangis Melihat Makanan Panglima
Kisah Umar Mengubur Anak Perempuannya Hidup-Hidup Tidak Bersumber
Pertanyaannya, mengapa Hafshah tidak dibunuh saat itu? inilah yang menjadi sebab keraguan riwayat yang mengatakan Umar pernah membunuh anak perempuannya hidup-hidup.
“Secara fakta, secara riwayat kita harus cari dimana? Buku-buku nasab tidak ada yang mengangkat, buku-buku nasab yang klasik-klasik, mulai Ibnu Hazm, Ibnu Habib, sampai Ibnu Sa’ad Tabaqaat tidak ada yang mengangkat.”
Tidak ada argumentasi yang kuat untuk mengatakan bahwa Umar pernah melakukan ini. Di sisi lain, jika anak perempuan yang dibunuh adalah kakak Hafshah dari lain ibu, istri Umar manakah yang ia nikahi sebelum ibu Hafshah, Zainab binti Madz’un.
Perlu diketahui juga bahwa Umar menikah dengan Zainab binti Madz’un saat berusia 22 tahun, di usia muda. Siapakah perempuan sebelum Zainab itu? Lagi-lagi terkait hal ini tidak ada riwayat yang menguatkan.
Asep juga menjelaskan terkait kesalah pahaman masyakat yang meyakini bahwa kejadian mengubur anak perempuan hidup-hidup di masa Jahiliyah adalah sebuah budaya.
Namun menurut Asep, ini tidak bisa dikatakan sebagai sebuah budaya. Perilaku membunuh anak perempuan hidup-hidup hanya dilakukan oleh kelompok tertentu.
Salah satunya adalah dari Bani Tamim. Kisah yang tercatat dalam riwayat Al-Bazzar dan Ath-Thabari adalah kisah Qois bin Ashim yang mengubur hidup-hidup 8 anak perempuannya. Dan sangat kebetulan riwayat ini diceritakan oleh Umar bin Khattab. Selain itu yang paling terkenal, terjadi juga pada kelompok Bani Kinda dan Rabi’ah.
Walaupun memang membunuh anak hidup-hidup dimasa Jahiliyah pernah terjadi, sebagaimana juga disebutkan di dalam Surah At-Takwir ayat 8 dan 9. Namun hal ini tidak bisa dikatakan sebagai budaya Arab karena hanya dilakukan oleh kelompok tertentu.
Pemasalahan lainnya, pembunuhan anak perempuan hidup-hidup bukan karena permasalahan gender atau perempuan dianggap rendah. Pada kenyataannya di masa itu banyak perempuan-perempuan yang menonjol, seperti Khadijah, Hindun binti Utbah, Al-Khansa, Ummu Jamil, Ummu Fadl dan lain-lain.
Selain itu, di dalam syair-syair Arab juga banyak menyanjung tentang perempuan di masa Jahiliyah.
Hal yang paling mendasar terkait alasan masyakarat Jahiliyah mengubur anak perempuan hidup-hidup adalah masalah kehormatan. Obsesi terhadap kehormatan sangat di junjung tinggi. Tolak ukur dari kehormatan bagi mereka adalah kedermawanan.
Orang bisa dikatakan terhormat saat ia banyak memberi, itu artinya seseorang tersebut harus kaya. Cara memperoleh kekayaan di masa Jahiliyah adalah dengan berdagang.
Disinilah point pentingnya, perdagangan hanya bisa dilakukan oleh laki-laki karena kemampuan fisiklah yang dibutuhkan. Dahulu seorang saudagar harus menempuh perjalanan berbulan-bulan melintasi beberapa daerah dan negeri. Oleh karena itu, pekerjaan ini tidak mungkin dilakukan oleh perempuan.
Disinilah, akhirnya beberapa kelompok dari masyarakat Jahiliyah tidak menginginkan anak perempuan dan menguburnya hidup-hidup, karena perempuan tidak bisa membawa kehormatan bagi dirinya.
Perilaku masyarakat Jahiliyah di atas bagaimanapun memang tidak bisa dibenarkan, namun fakta sejarah harus tetap diungkap. [Ln]