ChanelMuslim.com – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) dalam rapat paripurna yang dipimpin oleh
Wakil Ketuanya Fadil Zon, pada Selasa (17/2) ini, secara aklamasi menyetujui revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pemerintah Daerah (Pemda) disahkan menjadi Undang-Undang (UU).
Setelah Ketua Komisi II DPR-RI Rambe Kamarul Zaman
membacakan poin-poin perubahan Undang-Undang Pilkada
dan Undang-Undang Pemda, Wakil Ketua DPR-RI Fadli Zon
selaku pemimpin rapat bertanya kepada peserta rapat
apakah Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang
Perubahan atas UU No 1 Tahun 2015 tentang Penetapan
Perppu no 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota dan RUU tentang Perubahan Kedua
atas UU no 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
dapat disahkan menjadi Undang-Undang.
“Setuju….,” jawab para anggota DPR-RI, maka Wakil Ketua
DPR-RI Fadli pun langsung mengetok palu tanda
pengesahan.
Poin Perubahan
Ketua Komisi II DPR-RI Rambe Kamarul Zaman
menjelaskan, ada beberapa hal yang disepakati bersama
secara musyawarah dan mufakat didalam perubahan UU
ini, diantaranya menyetujui memperpendek tahapan
penyelenggaraan Pilkada.
“Kita perpendek secara keseluruhan menjadi 7 bulan, jadi
tidak 17 bulan lagi seperti dahulu, coba dengan dengan
waktu panjang begitu, gimana lelahnya,”ujar Rambe.
Selanjutnya, mengenai penyelenggara, DPR, menurut
Rambe, Komite I DPD dan Pemerintah menetapkan
penyelenggara Pilkada adalah KPU.
“Dalam UU ini kita nyatakan KPU sebagai penyelenggaraanya, kecuali nanti ada UU yang menetapkan dibatalkannya KPU sebagai penyelenggara Pilkada,” ujarnya.
Menyangkut uji publik, tambah Rambe, dalam UU Dasar
tidak dinyatakan harus ada uji publik namun dilakukan
secara demokratis.
Oleh karena itu istilah uji publik dihapus, namun urusan-urusan yang menyangkut dengan komitmen, integritas, dan kompetensi daripada calon itu adalah tanggung jawab yang mencalonkan.
“Yang mencalonkan adalah parpol dan gabungan parpol,
dan diserahkan sepenuhnya oleh Parpol untuk mengatur
bagaimana tahapan pengenalan kepada masyarakat. Oleh
karena itu, ada tahapan sosialisasi oleh parpol yang
ditentukan oleh parpol itu sendiri,”jelas Rambe.
Dalam perubahan UU ini, ujar Rambe, juga menetapkan
dukungan melalui Kartu Tanda Penduduk (KTP) dinaikan
antara 6,5 persen sampai dengan 10 persen.
Berikutnya, terang Rambe, hal-hal yang disepakati bersama
adalah mengenai efesiensi dan efektifitas Pilkada dalam
satu putaran,
“Memang dalam perubahan UU ini tidak dinyatakan dibuat satu putaran tapi suara terbanyak, jadi jelas suara terbanyak dalam putaran pemungutan suara itulah yang menang, tidak usah lagi ada rencana membuat kampanye dan putaran berikutnya,”tegasnya.
Pertimbangannya, kata Rambe, tidak ada korelasi
partisipasi pemilih yang lama akan turun, maka dari itu
demi efisiensi dan mempercepat semuanya dilaksanakan
dengan suara terbanyak,
“Memang makna pemilihan langsung kan intinya disana,”tambah Rambe.
Poin berikutnya adalah disepakatinya Gubernur minimal berusia 30 tahun, dan Bupati atau Walikota minimal berusia 25 tahun. Selanjutnya disepakati Gubernur, Bupati maupun Wali Kota tetap berpendidikan minimal SLTA atau sederajat
Soal pasangan, Rambe menjelaskan, bahwa yang dipilih nanti bukan gubernur saja tetapi satu paket satu pasangan.
Mengenai permasalahan sengketa hasil Pilkada, jelas Rambe, dalam UU perubahan ini diputuskan melalui Mahkamah Konstitusi (MK).
“MK lah yang menurut kami paling siap menyelesaikan perselisihan hasil Pilkada, tentunya sambil menunggu terbentuknya peradilan khusus yang menangani sengketa Pilkada,” jelasnya.
Sementara soal biaya, telah disepakati pembiayaan Pilkada diambil dari APBD didukung juga dengan APBN.(red/setkab)