ChanelMuslim.com – Setiap ayat-ayat Al-Qur’an termasuk dalam salah satu dari dua kategori, yaitu Makkiyyah dan Madaniyyah. Ke-dua kategori ini meskipun berasal dari nama tempat namun sejatinya menunjukkan waktu turunnya ayat.
Kategori ayat Makkiyyah tidak selalu karena turun di Mekkah, demikian pula ayat-ayat Madaniyyah tidak selalu turun di Madinah. Banyak ayat Al-Qur’an yang turun diselain dua tempat tersebut. Oleh karena itu dua kategori tidak disandarkan pada tempat turunnya ayat.
Makkiyyah adalah ayat-ayat yang turun sebelum Nabi Muhammad hijrah ke Madinah, meskipun saat itu posisi Rasulullah di luar kota Mekkah.
Baca Juga: Cara Membedakan Surah Makiyah atau Madaniyah
Alasan Pengkategorian Makkiyah dan Madaniyah
Sedangkan Madaniyyah adalah ayat-ayat yang turun setelah Nabi hijrah ke Madinah, meskipun saat itu Nabi berada di luar Madinah atau bahkan sedang berada di kota Mekkah.
Salah satu contohnya adalah surah An-Nisaa’ ayat 58, ayat ini turun saat Fathu Mekkah (penaklukan kota Mekkah) saat Rasulullah berada di sekitar ka’bah. Sebagaimana yang kita ketahui Fathu Mekkah adalah masa dimana Rasulullah dan para sahabat berhasil menaklukkan kembali kota Mekkah setelah lama hijrah dan tinggal di Madinah.
Nah, setelah kita mengetahui secara singkat pengertian dari Makkiyyah dan Madaniyyah. Kita juga perlu tahu alasan pengkategorian atau lebih tepatnya manfaat kita mengetahui kategorisasi dari tiap ayat-ayat Al-Qur’an:
1. Membantu dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an: Dengan mengetahui tempat turunnya ayat maka akan memudahkan dalam melakukan penafsiran yang valid. Meskipun secara lafadz dari sebuah atau beberapa ayat menunjukkan waktu dan tempat tertentu namun secara ibrah (pelajaran) bersifat umum tak terbatas waktu dan tempat.
Para mufassir (ahli tafsir) juga mampu menyingkap pertentangan makna yang terdapat pada 2 ayat dengan mengetahui kategori waktu turunnya 2 ayat tersebut. Bisa jadi salah satunya adalah nasikh (yang menghapuskan) dan yang lainya mansukh (yang dihapuskan).
Terkait nasikh dan mansukh ini adalah istilah yang digunakan untuk mengetahui mana hukum dari suatu ayat yang telah dihapuskan akibat datangnya ayat lain yang menghapuskan hukum ayat sebelumnya.
2. Mengetahui metode Al-Qur’an saat menyeru kepada Allah: Setiap kata-kata ada tempatnya, dengan memperhatikan kondisi orang-orang yang kita seru maka kita bisa menentukan cara seperti apa yang harus kita gunakan untuk mengajak orang-orang tersebut kepada Islam.
Metode-metode penyampaian pada ayat-ayat Makkiyyah dan Madaniyyah memberikan manhaj (cara) untuk berbicara dan menyeru pada dakwah tanpa menyakiti pribadi orang yang diserukan, juga supaya kita bisa mengikat hati dan perasaannya, serta mampu mengobati cara berpikirnya dengan bijaksana.
Setiap tahapan dakwah memiliki tema dan metodenya tersendiri. Cara penyampaian kepada satu kelompok dapat berbeda dengan kelompok lainnya, disesuikan dengan adat, keyakinan, lingkungan. serta zamannya.
Hal ini telah jelas dicontohkan dalam metode penyampaian Al-Qur’an yang berbeda-beda saat berbicara dengan orang-orang mukmin, musyrik, munafik dan ahli kitab.
3. Menjadi sumber asli dari sirah nabawiyah: Kesinambungan wahyu yang turun kepada Rasulullah Saw sesuai dengan sejarah dakwah yang terjadi pada fase Mekkah dan fase Madinah sejak permulaan wahyu hingga ayat yang terakhir turun.
Al-Qur’an adalah referensi asli sirah. Tidak ada celah keraguan bagi ahli sirah untuk merujuk langsung pada Al-Qur’an sebagai sumber sejarah. Juga memutus atau mematahkan perselisihan antara berbagai perbedaan riwayat. [Ln]