ChanelMuslim.com – Kisah kebiasaan Imam Ilkiya al-Harasi berikut ini bisa menjadi pengingat sekaligus inspirasi bagi kita. Dari kisah ini, kita bisa melihat bahwa betapa pentingnya membangun kebiasaan yang baik.
Baca Juga: Kisah Imam Ibnu Taimiyah Melawan Kebijakan Penguasa yang Keliru
Mengenal Imam Ilkiya al-Harasi
Dilansir Islam.nu.or.id, Imam Ilkiya adalah seorang ulama yang terkemuka, pemimpin para imam di bidang fiqih, ushul, retorika, dan sangat menguasai matan-matan hadits hukum.
Nama lengkapnya adalah Ali bin Muhammad bin Ali dan beliau merupakan salah satu murid utama Imam al-Haramain al-Juwaini.
Dalam kitab Thabaqât al-Syâfi’iyyah al-Kubrâ, Imam Tajuddin Abu Nashr ‘Abdul Wahhab al-Subki mencatat sebuah kisah tentang Imam Ilkiya al-Harawi.
Diceritakan dari (Imam) Ilkiya (al-Harasi). Ia berkata, “Di Madrasah Sarhank, Naisabur, terdapat sungai yang memiliki tujuh puluh anak tangga. Saat aku menghafal pelajaran, aku menuruni tangga (yang menuju sungai) sambil mengulang (hafalan) pelajaranku satu kali di setiap anak tangga.
(Aku melakukannya di saat) naik dan turun.” Katanya (lagi), “Begitulah yang kulakukan setiap kali menghafal sebuah pelajaran.”
(Imam Tajuddin Abu Nashr ‘Abdul Wahhab al-Subki, Thabaqât al-Syâfi’iyyah al-Kubrâ, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 2012, juz 4, h. 149)
Dengan cara inilah pengetahuan sang imam bisa berkembang sedemikian rupa. Imam Ilkiya sepertinya telah berhasil menciptakan lingkungan belajar di alam bawah sadarnya.
Seakan-akan, setiap kali ia melihat tangga, di mana pun ia berada, hasratnya untuk menghafal dan belajar itu menjadi tumbuh. Lingkungan belajar semacam ini bisa mungkin terjadi karena kebiasaan yang telah dibangunnya.
Kebiasaan adalah kata kunci. Sebab, kebiasaan dapat memunculkan tindakan dan perasaan yang tergerak secara spontan.
Dalam Thabaqât al-Syâfi’iyyah al-Kubrâ dikatakan (Imam Ilkiya) belajar fiqih pada Imam al-Haramain. Dia merupakan murid terbesar Imam al-Haramain setelah (Imam) al-Ghazali (Imam Tajuddin Abu Nashr ‘Abdul Wahhab al-Subki, Thabaqât al-Syâfi’iyyah al-Kubrâ, juz 4, h. 149).
Baca Juga: Kisah Imam Ahmad bin Hambal Mencari Ilmu
Alumni PP. Darussa’adah, Bulus, Kritig, Petanahan, Kebumen, Muhammad Afiq Zahara juga menuliskan dalam website islam.nu.or.id, bahwa proses pembiasaan harus terus dilakukan tanpa putus sampai melebur menjadi kebiasaan, yang ketika kita tidak melakukannya, kita seperti kehilangan sesuatu.
Sebuah kebiasaan, yang setidaknya, bisa menjadi pengingat kita untuk belajar. Sayyidina Abdullah bin Mas’ud berkata, “Biasakanlah kebaikan. Karena sesungguhnya, kebaikan adalah (hasil dari) kebiasaan (yang baik)” (Imam Abu Hayan al-Tauhidi, al-Bashrâ’ir wa al-Dzakhâ’ir, Beirut: Dar Shadir, 1988, juz 3, h. 20).
Sahabat Muslim, kisah ini mengajarkan kepada kita bahwa sebuah kebiasaan itu akan membuat kita nyaman dalam melakukan suatu hal.
Kita harus memulai kebiasaan baik agar kita bisa menjalaninya dengan ikhlas dan tidak merasa menjadi beban. [Cms]