MEMBIASAKAN kebiasaan baik pada anak. Ibu juga harus berbuat seperti yang diperbuat Ayah, melarang anak tidur siang karena kebiasaan tidur siang menimbulkan rasa malas dan mengharuskannya tidur malam dengan cara tidur yang baik agar anggota badannya bisa nyaman.
Anak harus dibiasakan sederhana dalam masalah tempat tidur, makanan dan pakaian, dibiasakan banyak bergerak, berjalan dan olahraga, agar tidak membuat badannya menjadi malas dan lemah.
Anak harus dilarang membanggakan sesuatu yang dimiliki orangtuanya kepada teman-temannya, dibiasakan tawadhu’ dan menghormati orang lain.
Anak dilarang mengambil sesuatu pun dari anak lain, dia harus diberi tahu bahwa mengambil barang orang lain adalah perbuatan hina.
Anak dibiasakan agar tidak meludah di dekat tempat duduknya, tidak mengeluarkan ingus dari hidung, tidak menguap di hadapan orang lain, tidak menumpangkan sebelah kaki di atas kaki yang lain dan tidak boleh terlalu banyak berbicara.
Baca Juga: Kebiasaan Baik Suami Istri di Malam Hari
Membiasakan Kebiasaan Baik pada Anak
Anak dibiasakan tidak berbicara kecuali sekadar memberi jawaban, harus mendengarkan perkataan lawan bicaranya, terlebih lagi orang yang lebih tua darinya.
Selain itu, anak dilarang ikut nimbrung dalam pembicaraan dan tidak boleh mencuri dengar perkataan orang lain. Anak diberi mainan yang baik sepulang dari sekolah agar dia bisa melepaskan lelah dari belajar.
Dikatakan dalam sebuah pepatah, “Hati yang beristirahat bisa membangkitkan zikir.” Anak dibiasakan taat kepada kedua orangtua dan gurunya.
Jika anak sudah berumur tujuh tahun, dia harus disuruh mengerjakan shalat dan tidak ada kelonggaran untuk meninggalkan shalat ini, agar dia terbiasa. Anak harus ditakut-takuti tentang dusta, khianat.
Jika dia sudah menginjak usia remaja, semua masalah ini harus dijabarkan.
Ketahuilah bahwa makanan itu sama dengan obat. Tujuan dari makanan adalah menguatkan badan untuk meningkatkan ketaatan kepada Allah.
Tidak ada yang abadi dengan dunia. Kematian pasti memutus kenikmatannya, yang setiap saat sudah siap menunggu.
Orang yang berakal ialah yang mencari bekal untuk akhiratnya. Jika pertumbuhan dirinya baik, hatinya pun akan baik, sebagaimana batu mulia yang sudah dibentuk dengan baik.
Sahl bin Abdullah berkata, “Saat itu, aku masih berumur tiga tahun. Suatu malam, aku bangun dari tidur dan menunggui shalat pamanku, Muhammad bin Siwar.
Suatu hari, paman berkata kepadaku, “Tidakkah engkau mengingat Allah yang telah menciptakan dirimu?”
Baca Juga: Dua Sifat Manusia yang Menjauhkan dari Allah
Mengingat Allah
“Bagaimana aku mengingat-Nya?” aku balik bertanya.
“Katakan di dalam hatimu tiga kali tanpa menggerakkan lidah, ‘Allah besertaku. Allah melihatku. Allah menyaksikan aku’.”
Jika malam hari aku mengucapkan di dalam hati yang seperti itu, hingga dapat mengenal-Nya. Lalu paman berkata lagi kepadaku, “Ucapkan yang seperti itu setiap malam sebelas kali.”
Maka kulakukan sarannya sehingga di dalam hatinya ada sesuatu yang terasa nikmat. Setahun kemudian, paman berkata kepadaku.
“Jaga apa yang sudah kuajarkan kepadamu dan terus laksanakan hingga engkau masuk ke liang kuburmu.”
Maka sarannya itu terus kulaksanakan hingga aku benar-benar merasa kenikmatan di dalam batinku. Kemudian paman berkata kepadaku,
“Wahai Sahl, siapa yang Allah besertanya, melihat dan menyaksikan dirinya, maka mana mungkin dia akan mendurhakai-Nya? Jauhilah kedurhakaan.”
Setelah itu, aku melanjutkan perjalanan ke sekolah untuk menghapalkan Al-Qur’an, yang saat itu umurku baru enam atau tujuh tahun.
Setelah itu, aku banyak berpuasa, makan hanya dengan roti dan setiap malam mendirikan shalat.[ind]
Sumber: Minhajul Qashidin, Jalan Orang-orang yang Mendapat Petunjuk, Ibnu Qudamah, Pustaka Al-Kautsar, tanpa tahun.