KARAKTER yang seharusnya dimiliki seorang pengusaha muslim adalah jauh dari pengaruh untuk melindungi kekayaan mereka sekaligus untuk memuaskan sifat-sifat buruk yang biasanya terbawa secara otomatis oleh kekayaan, seperti sombong, sewenang-wenang dan egois.
Akan tetapi, jika kita melihat Abdurrahman bin Auf dengan kekayaannya yang melimpah ini, kita akan menemukan manusia super yang luar biasa.
la sanggup menjauhi sifat-sifat buruk itu dan terbang menuju ketinggian yang tiada duanya.
Sebelum meninggal dunia, Khalifah Umar memilih enam orang yang diberi tanggung jawab untuk memilih Khalifah pengganti. Abdurrahman termasuk enam orang itu.
Baca Juga: Karakter Terpenting yang Harus Dimiliki Anak
Karakter yang Seharusnya Dimiliki Pengusaha Muslim
Sebagian sahabat menyatakan bahwa Abdurrahman bin Auf-lah yang berhak menjadi khalifah pengganti.
Abdurrahman menanggapi usulan itu dengan ucapannya, “Demi Allah, daripada aku menerima jabatan tersebut, lcbih baik kalian menusukkan pisau di leherku dari satu sisi hingga tembus ke sisi lainnya.”
Begitulah, sebelum enam orang pilihan Khalifah Umar ini melakukan rapat untuk menentukan siapa di antara mereka yang pantas menjadi Khalifah pengganti, Abdurrahman bin Auf sudah mengundurkan diri dari haknya.
Dan sekarang, pemilihan hanya dilakukan terhadap satu dari lima orang yang tersisa.
Sikap zuhudnya terhadap jabatan khalifah ini, dengan cepat telah menempatkan dirinya sebagai hakim di antara lima orang tokoh terkemuka itu.
Lima orang ini rela jika yang memilih siapa yang akan menjadi khalifah pengganti di antara mereka adalah Abdurrahman bin Auf.
Ali berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda bahwa engkau adalah orang yang dipercaya oleh penduduk langit dan dipercaya oleh penduduk bumi.”
Akhirnya Abdurrahman bin Auf memilih Utsman bin Affan untuk menjadi khalifah setelah khalifah Umar dan disetujui oleh lima orang itu.
Seperti inilah seharusnya orang kaya yang diajarkan Islam. Lihatlah, bagaimana Islam telah mengangkat dirinya jauh di atas kekayaan dengan segala godaan dan penyesatannya itu, dan bagaimana Islam menempa kepribadian-nya dengan sebaik-baiknya.
Pada tahun 32 Hijriah, ia meninggal dunia.
Ummul Mu’minin Aisyah ingin memberinya kemuliaan khusus yang tidak diberikannya kepada orang lain.
Menjelang kematiannya, ia ditawari oleh Ummul Mu’minin untuk dimakamkan di area pemakaman Rasulullah, berdampingan dengan Abu Bakar dan Umar.
Akan tetapi, ia benar-benar seorang muslim yang telah dididik dengan baik. la merasa tidak pantas untuk disandingkan dengan orang-orang mulia itu.
Selain itu, dahulu ia pernah berjanji bersama Utsman bin Madh’un untuk dikuburkan berdampingan.
Ketika ajal semakin dekat dan ruhnya bersiap untuk perjalanan baru, ia menangis dan bibirnya berguman, “Aku takut tidak bisa berkumpul dengan sahabat-sahabatku karena hartaku.”
Akan tetapi, kedamaian dari Allah segera menyelimutinya. Wajahnya terlihat berseri-seri dan senyum tipis menghiasi bibirnya. la memasang telinganya, seakan ada suara merdu yang menghampirinya.
Mungkin ia sedang mendengarkan sabda Rasullullah yang pernah ia dengar tempo hari, “Abdurrahmun bin Auf di surga.
Mungkin juga ia sedang mendengarkan janji Allah orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang mereka jalankan itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (Perasaan si Penerima}, bagi mereka pahala di sisi Tuhan mereka.
Mereka tidak dihinggapi rasa takut dan tidak juga merasa sedih.” (al-Baqarah: 262)
Inilah hasil dari tempaan Rasulullah, harta tidak membuat rakus dan haus. Harta membuatnya semakin zuhud pada dunia.
Karakter seperti Abdurrahman bin Auf yang seharusnya dapat kita tanamkan pada generasi Islam saat ini. Karakter seorang pekerja keras, pengusaha yang tak takut menghadapi medan jihad dengan harta dan jiwanya. [Ai/Ln]
Sumber: Biografi 60 Sahabat Nabi, Penerbit Al Itishom