ChanelMuslim.com- Selain orang pertama dan kedua, kemungkinan ada yang ketiga. Semoga hanya kemungkinan. Bukan kenyataan.
Sebuah obrolan “seram” di kalangan sopir pribadi di sebuah perkantoran. Salah satu kalimat horor yang sempat tertangkap adalah, “Yah, lelaki mana sih sekarang yang perempuannya cuma satu?”
Yang mereka maksud dengan perempuan itu tentu bukan istri sah yang kedua. Tapi, perempuan simpanan atau selingkuhan dan sejenisnya.
Jadi, terlihat secara status istrinya hanya satu. Tapi kenyataannya, yang tidak “resmi” bisa banyak. Bisa teman kantor. Bisa wanita simpanan lain. Dan seterusnya.
Itulah keumuman realita masyarakat perkotaan saat ini. Menyeramkan, memang. Semoga Allah melindungi kita dan keluarga dari virus berbahaya itu.
Pertanyaannya, kenapa ada kemungkinan orang ketiga? Apakah itu pria idaman lain, atau wanita idaman lain.
Beberapa keadaan berikut ini boleh jadi menyimpan potensi penyimpangan itu. Potensinya ada yang skala kecil, ada yang besar.
Cinta Tak Seratus Persen
Tidak semua interaksi awal suami istri bisa berjalan mulus. Ada hambatan yang sulit terungkap. Bukan karena sebegitu rahasianya. Tapi karena subjektifnya lebih besar dari objektifnya.
Hambatan interaksi inilah yang menjadikan ikatan cinta suami istri seperti karet gelang. Bisa sangat melar, dan jika dipaksa dimelarkan lagi, risikonya bisa putus mendadak.
Hambatan-hambatan itu antara lain kecewa karena urusan fisik yang tak sesuai harapan. Bisa karena wajah, bau badan, cacat, dan lainnya.
Kesenjangan itu terjadi karena proses taaruf yang kurang berjalan mulus. Atau bisa jadi karena adanya keterpaksaan. Karena takut atau malu dengan guru ngaji yang menjodohkan, hambatan itu dianggap tidak ada. Dan ini akan tersimpan dan mengendap yang suatu saat bisa menjadi masalah.
Meskipun hambatan fisik mestinya tidak menjadi masalah. Atau setidaknya, bukan sebagai masalah utama. Karena fisik bisa terus berubah. Baik secara alami maupun dengan perawatan.
Hambatan yang juga tak kalah mengganjal adalah karakter yang baru terungkap. Baru terungkap karena selama proses pranikah masing-masing calon lihai membangun pencitraan diri.
Misalnya, sifat pemarah, kikir bin bakhil, bawel alias ceriwis, egois, sifat malas, dan lainnya. Bahkan di tiga bulan pertama pengantin baru pun hal ini kadang belum terungkap.
Ketika terungkap, hal ini menjadi ganjalan harmonisnya hubungan. Terlebih jika masing-masing pihak memiliki karakter yang sama negatifnya. Seperti sama-sama egois, sama-sama kikir, sama-sama pemarah, dan sama-sama pemalas.
Hambatan ini pun sebenarnya bisa disiasati dengan membuka saling memahami dan saling memaklumi. Karena tak ada manusia yang perfect atau sempurna. Ada saja celah atau bolongnya.
Dengan pemakluman seperti ini, sambil terus melakukan terapi pengobatan karakter, masing-masing pihak bisa melihat sisi positif karakter lain yang jauh lebih besar.
Misalnya, boleh jadi memang dia egois, tapi penuh tanggung jawab. Dia memang bawel, tapi rajin dan tekun mengurus rumah tangga. Dia memang rada kikir, tapi sangat hemat dan rajin menabung. Dan seterusnya.
Kalau hambatan-hambatan fisik dan psikis tak diselesaikan dengan baik, ikatan cinta akan terus merenggang. Jika saja ada kesempatan masuknya PIL atau WIL dalam kehidupan keduanya, kasus orang ketiga pun menjadi kenyataan. [Mh/bersambung]