ChanelMuslim.com- Berkeluarga itu bukan membangun usaha. Tidak ada untung rugi. Yang ada pahala dan cinta.
Indahnya keluarga yang samara: sakinah, mawadah, dan rahmah. Keluarga yang menenangkan, penuh cinta dan kasih sayang.
Seperti itulah keluarga dalam versi Islam. Bukan keluarga dalam versi dunia materialis. Dunia yang serba diukur dengan untung rugi. Ngasih apa dan akan dapat apa.
Keseimbangan Jiwa, bukan Untung Rugi
Dunia ini tak bisa lepas dengan keseimbangan. Sesuatu yang tak seimbang akan roboh. Setidaknya, goyah dan rapuh.
Begitu pun dalam keluarga. Keluarga dirintis, dibangun, dan dikembangkan; merupakan bimbingan Ilahi agar terjadi keseimbangan jiwa. Pria dan wanita merupakan dua sisi yang saling menyeimbangkan. Ikatan suci antara keduanya akan menjadikan keseimbangan menghasilkan keseimbangan baru.
Boleh saja seseorang meyakinkan dirinya bahwa ia tak perlu menikah. Ia akan tetap hidup sendiri selamanya. Tapi, itu sama saja ia membiarkan dirinya tak seimbang. Dan pada saatnya, akan goyah dan roboh. Kecuali, mereka yang memang memiliki kekuatan untuk tetap seimbang.
Namun begitu, jangan dimaknai bahwa keseimbangan ini sama dengan keseimbangan untung rugi dalam perusahaan. Bahwa, kalau mau untung, perusahaan harus menghasilkan. Dan kalau rugi, keseimbangan tak lagi bisa dipertahankan alias bubar.
Keluarga sejatinya tidak dibangun dalam rangka untung rugi. Seperti, saya berkeluarga dengan modal segini, maka harus dapat keuntungan segini. Kalau dua belah pihak memiliki pikiran sama seperti itu, hampir bisa dipastikan, bahtera rumah tangga tak akan berlayar lama. Rentan terhempas ombak dan akan karam di atas karang dangkal.
Jangan pernah berpikir bahwa modal pendidikan tinggi, wajah lumayan, skill mumpuni; sebagai modal yang harus setara dengan yang akan didapatkan dalam keluarga. Bukan itu. Karena titik awal berangkat keluarga adalah semangat untuk memberi, bukan menerima. Semangat meraih pahala, bukan untung rugi.
Keuntungan dalam berkeluarga berwujud lain. Bukan materi atau gengsi. Tapi ketenangan hidup. Bahwa, kita melalui jalan hidup ini tidak sendiri. Ada teman, dan pengikut yang kelak akan memberikan interest yang luar biasa.
Pengikut yang dimaksud adalah anak dan cucu. Kita yang muda pada saatnya akan tua dan rapuh. Saat itulah kita butuh mereka.
Keuntungan lain dari mereka yang jauh lebih besar lagi adalah investasi akhirat yang melampaui investasi apa pun. Kita boleh mati, amal kita juga boleh terhenti. Tapi, pahala dan ampunan akan terus mengalir melalui amal shaleh dari mereka.
Jangan Ada Pilihan Bubar dalam Keluarga
Semua usaha ada pasang surutnya. Ada kalanya untung besar, dan akan datang juga rugi total. Jika itu yang terjadi, wajar saja usaha akan gulung tikar alias bubar. Dan, putuslah semua ikatan kolektif yang ada.
Namun, tidak begitu dengan keluarga. Tidak ada yang bubar dalam keluarga. Kalaupun hubungan suami istri bisa putus, tapi hubungan orang tua dan anak akan tetap terjalin. Mungkin saja ada istilah mantan suami atau mantan istri. Tapi, tidak ada istilah mantan anak atau mantan orang tua.
Sungguh pun bisa terjadi putusnya hubungan suami istri, dan hal itu bisa dibenarkan dalam syariat; tapi hal itu sangat dibenci Allah. Kecuali, pemutusan karena sebab syariat seperti keluar dari agama dan lainnya.
Selama bukan hal-hal seperti itu, bersabarlah. Kuatkan ikatan keluarga. Karena boleh jadi, apa yang dianggap tidak enak dalam ikatan itu; akan Allah balas dengan kebaikan yang banyak. [Mh]