Chanelmuslim—Surat Edaran yang dikeluarkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) pada Selasa (23/2/2016) lalu banjir dukungan. Surat Edaran yang ditujukan kepada seluruh lembaga penyiaran itu berisikan larangan menayangkan pria yang “berpenampilan” kewanitaan.
Kriteria tentang pria yang kewanitaan tersebut antara lain meliputi gaya berpakaian, riasan (make up), bahasa tubuh, gaya bicara, penggunaan istilah, dan sapaan yang kerap digunakan oleh pria kewanitaan.
Ratusan organisasi massa yang tergabung dalam Gerakan Indonesia Beradab (GIB) menyambut baik dan mendukung kebijakan KPI itu. Ormas gabungan ini menemui pimpinan KPI kantor pusat Jakarta, Selasa (1/3/2016). Melalui perwakilannya, mereka menyatakan dukungan terkait pelarangan tayangan yang menampilkan karakter kebanci-bancian.
Ketua Yayasan Kita dan Buah Hati, Elly Risman menyatakan alasannya bergabung dengan GIB dan mendukung KPI dikarenakan cinta akan masa depan Indonesia dan cinta anak-anak Indonesia sebagai pewaris bangsa ini.
Sri Vira Chandra, Pengurus Pusat Wanita Islam mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada KPI karena dinilai telah menjawab keresahan-keresahan orang tua, terutama ibu-ibu. “Kami mengucapkan terima kasih kepada KPI atas keputusan yang telah dibuat, yang mana ini cukup menjawab keresahan kami dan juga kekhawatiran bangsa ini terhadap dampak negatif dari tayangan bernilai penyimpangan seksual,” ujarnya, seperti dikutip hidayatullah.com.
Mantan Komisioner Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, Kaspudin Noor, juga menyatakan bergabung dengan GIB dan meminta KPI untuk terus melakukan pengawasan terhadap penyiaran yang dianggap melanggar norma hukum, agama, dan moralitas.
“Khususnya dalam hal ini perilaku seks yang menyimpang, karena itu sangat merusak dari tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya generasi muda dan anak-anak,” ungkap Ketua Tim Advokasi Pembela Rakyat Buta Hukum ini.
Bambang Suherman dari Dompet Dhuafa menceritakan begitu banyak anak di Indonesia yang terenggut masa depannya karena upaya-upaya legitimasi terhadap perilaku menyimpang yang marak ditayangkan di televisi.
“Mereka tidak mempunyai hiburan cukup banyak kecuali televisi, sehingga kalau kita bisa mengawal televisi, itu sudah sangat besar perannya dalam menciptakan masa depan anak-anak di Indonesia.”
Nurul Hidayati, Pengurus Pusat Persaudaraan Muslimah (Salimah) mengatakan, Salimah sebagai sebuah ormas yang berada di 356 kota/kabupaten seluruh Indonesia, merasakan bagaimana banyak masyarakat di daerah yang resah terhadap LGBT.
“Padahal sebuah data menunjukkan 97 persen masyarakat Indonesia menolak, tapi kenapa media begitu massif menayangkan hal-hal yang kita sedih itu ada. Maka dengan adanya dukungan hari ini, bisa membesarkan hati kami dan juga ibu-ibu seluruh Indonesia karena ada yang membela kekhawatiran mereka,” terangnya.
Aktivis Yayasan Peduli Sahabat, Tetraswari mengungkapkan, sejak maraknya LGBT belakangan ini, banyak para palaku SSA (same sex attraction) yang mendaftar dan ingin mendapatkan pendampingan dari Peduli Sahabat.
“Dari hal itu bisa dilihat bahwa banyak dari mereka yang punya kecenderungan SSA ingin kembali, mereka menjerit ingin meminta tolong. Dan dengan KPI melarang penayangan yang sifatnya mempromosikan LGBT mereka bersyukur, dengan demikian mereka tahu bahwa LGBT bukan sesuatu yang baik,” paparnya.
Menanggapi pernyataan dari perwakilan GIB, Wakil Ketua KPI, Idy Muzayyad menegaskan, salah satu dasar kebijakan KPI terkait dengan pelarangan perilaku kebanci-bancian adalah untuk melindungi generasi muda khususnya anak-anak dan remaja.
Idy pun menjelaskan bahwa selama ini pihaknya mendapatkan pertanyaan dari pihak yang tidak setuju dengan KPI terkait pernyataan yang mengatakan bahwa kebijakan-kebijakan KPI juga atas dasar pengaduan dan masukan publik, serta keresahan para orang tua. “Kemudian ada yang bertanya ‘publik yang mana?’, juga ‘orang tua yang mana?’,” tukasnya.
Kedatangan perwakilan ormas yang peduli dengan tayangan teve yang meresahkan, yakni mendorong pada perilaku seksual yang menyimpang itu, menurut Idy, menjadi bukti adanya dukungan dari publik. (mr/foto:detikcom)