ChanelMuslim.com – Ini kisahku, seorang muslimah yang juga seorang sekretaris yang memakai rok pendek hingga berubah menjadi hijaber aktivis sosial.
Perjuangan dakwah itu penuh liku. Aku berasal dari keluarga Betawi modern kelas menengah. Keluarga kami cukup terpandang — untuk ukuran orang Betawi pada umumnya.
Aku bekerja menjadi sekretaris sebuah perusahaan. Setiap aku berangkat kerja, naik bus kota, aku bertemu dengan seorang Muslimah berjilbab rapi yang selalu memberiku tempat duduk. Di situlah, timbul simpatiku kepada orang berjilbab.
Setiap berangkat kerja, aku bertemu dengan tetangga yang menyapa sambil mengingatkan, “Tolong, roknya dipanjangin ya.”
Baca juga: Semoga Allah Memberiku Kekuatan untuk Memakai Hijab Sepanjang Hidupku: Humaima Malik
Saya membalasnya dengan senyum tersipu malu sambil menarik-narik ujung rok, seolah dengan perilaku itu, rok yang aku kenakan akan bertambah panjang.
Lama kelamaan, hatiku merasa risih dengan pakaianku hingga aku pun tergerak untuk memakai jilbab, menutup aurat, meskipun masih belum punya bekalan pengetahuan ilmu agama yang cukup.
Keputusanku memakai jilbab mendapat pertentangan dari keluarga dan tempatku bekerja. Karierku sedang bagus-bagusnya, menjadi karyawan kesayangan si bos.
Sebagai sekretarisnya, si bos memberi kemudahan padaku untuk mendapat fasilitas kredit mobil. Namun, semua fasilitas itu tak jadi aku nikmati, hanya karena aku berjilbab.
Akhirnya, aku ditempatkan di bagian administrasi umum, tidak lagi melayani keperluan bos.
Saat itu, sedang kuat-kuatnya rezim orde baru berkuasa, orang yang berjilbab dicurigai sebagai teroris atau pengikut aliran sesat. Karena pada saat itu, orang berjilbab masih dalam hitungan jari, sangat jarang.
Para ustazah pemimpin majelis taklim yang tersohor masih ada yang berkonde atau hanya berkerudung tipis — rambut dan lehernya masih terlihat — dan merekalah yang dijadikan rujukan (teladan) masyarakat sehingga ibuku juga menentang keputusanku untuk berjilbab.
“Jangan sok alim. Lebih banyak mana ilmu kamu dengan ilmu para ustazah dan para kiai? Istri dan anak perempuan kiai saja banyak yang tidak berjilbab. Nanti kamu susah mendapatkan jodoh.”
Begitu ibuku berargumen, tetapi aku tidak peduli.
Baca selengkapnya di sini oase ChanelMuslim.com