Oleh: Ustazah Nurhamidah, M.A.
ChanelMuslim.com – Menjelaskan perceraian kepada anak usia balita atau sekolah dasar, bagaimana caranya?
Jawaban: Cerai atau mempertahankan pernikahan adalah pilihan masing-masing yang pastinya akan dimintai pertanggungjawaban.
Baca Juga: Menceraikan Istri karena Lebih Mendengar Keluarganya
Menjelaskan Cerai tanpa Membuka Aib Pasangan
Sebab akibat pemicu pastilah ada, tinggal bagaimana masing-masing memperbaiki kekurangan dan kesalahannya.
Menikah berarti menyatukan dua karakter yang berbeda, bersabar atas kekurangan dan bersyukur atas kelebihan.
Akibat perceraian maka akan ada status mantan suami dan istri. Akan tetapi, sampai kapan pun tidak ada mantan anak.
Anak tidak boleh dipisahkan dari kedua orangtuanya. Ada hak anak untuk dinafkahi oleh ayahnya dan ada hak anak dididik oleh ibunya, walaupun bapak dan ibunya sudah berpisah karena perceraian. Q.S. 2: 232-233, Q.S. 65: 6-7
Jadi jika masih balita, maka tetap menjelaskan kepada anak tersebut akan siapa mama dan papanya serta kakek nenek dari dua belah pihak.
Hanya saja, jika tetap memilih perceraian, cukup dibatasi saja soal aurat mantan suami dan istri tanpa perlu menjelaskan cerai secara detail kepada anak tersebut.
Wallahu’alam.
Penyebab Perceraian
Sementara itu, Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama RI Kamaruddin Amin mengatakan angka perceraian di Indonesia, khususnya yang beragama Islam, pada tahun 2019 mencapai 480.618 kasus.
Angka tersebut mengalami peningkatan setiap tahun sejak tahun 2015. Ini berdasarkan data Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung.
Amin merinci pada tahun 2015 terdapat 394.246 kasus, kemudian pada tahun 2016 bertambah menjadi 401.717 kasus, lalu pada tahun 2017 mengalami peningkatan yaitu 415.510 kasus dan tahun 2018 terus alami peningkatan menjadi 444.358 kasus.
Sementara itu, pada 2020, per Agustus jumlahnya sudah mencapai 306.688 kasus.
“Itu artinya jumlah perceraian di Indonesia rata-rata mencapai seperempat dari dua juta jumlah peristiwa nikah dalam setahun,” kata Amin dalam keterangan pers, Sabtu (12/9) lalu.
Di sisi lain, Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung (MA) Aco Nur mengatakan bahwa dampak pandemi COVID-19 pada kasus perceraian tidak signifikan dengan jumlah perkara perceraian.
Perceraian dipicu oleh masalah-masalah yang muncul akibat pandemi hanya sekitar dua persen dari total perkara yang masuk ke pengadilan.
Menurut dia, perkara perceraian yang masuk ke pengadilan sepanjang Januari-Agustus 2020 lebih banyak disebabkan oleh perselisihan dan pertengkaran terus menerus pasangan suami istri, faktor ekonomi, dan satu pihak meninggalkan pihak yang lain.
“Mereka yang datang ke pengadilan itu tidak mengurus perceraian saja tapi ada perkara lain. Tidak bisa diambil kesimpulan bertumpuknya orang di pengadilan akibat COVID-19 atau terkena PHK dirumahkan. Ada efek pandemi tapi tidak signifikan,” katanya.[ind]
sumber: Sharia Consulting Center, merdeka.com